Sunday, February 18, 2018

PENYIMPANGAN PADA PASAR MODAL KONVENSIONAL


MAKALAH

PENYIMPANGAN PADA PASAR MODAL KONVENSIONAL
Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pasar Modal Syariah




Disusun Oleh:
Nurida Safriyani
1704100266





Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Jurusan S-1 Perbankan Syariah


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI METRO
TAHUN 1438 H / 2017 M



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Hampir seluruh negara di dunia ini memiliki pasar modal (capital market) kecuali bagi negara-negara yang masih berbenah dan belum mampu melepaskan diri dari persoalan ekonomi dan polotik yang begitu parah. Keberadaan pasar modal di suatu negara bisa menjadi acuan untuk melihat tentang bagaimana kegairahan atau dinamisnya bisnis negara yang bersangkutan dalam menggerakkan berbagai kebijakan ekonominya.
Pasar modal merupakan salah satu alternatif sumber pendanaan bagi perusahaan sekaligus sebagai sarana investasi bagi para pemodal. Implementasi dari hal tersebut adalah perusahaan dapat memperoleh pendanaan melalui penerbitan efek yang bersifat ekuitas atau surat utang. Pada sisi lain, pemodal juga dapat melakukan investasi di pasar modal dengan membeli efek-efek tersebut.
Di Indonesia pasar modal menjadi salah satu elemen penting dalam laju perekonomian negara ini. Pasar modal pun menjadi tempat investasi yang sangat diminati oleh berbagai kalangan, terutama kalangan menengah keatas. Hal ini dikarenakan segala efisiensi sistem transaksi dan atau sistem investasi di pasar modal. Akan tetapi pada prakteknya, terlalu banyak hal yang dapat mengubah kemurnian mekanisme transaksi pasar modal, yang membuat para investor muslim merasakan keragu-raguan dalam hal keabsahan segala mekanisme transaksi yang terjadi di pasar modal.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam makalah ini yaitu “Penyimpangan apa saja yang terjadi pada pasar modal konvensional”


C.    Tujuan
Makalah ini bertujuan agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami penyimpangan yang terjadi pada pasar modal konvensional.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Emiten Memproduksi Barang Haram
Dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah, telah dijelaskan bahwa kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah di pasar modal, antara lain meliputi:
1.      Perjudian dan permainan yang tergolong judi
2.      Perdagangan yang dilarang menurut syariah, antara lain:
a.       Perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa, dan
b.      Perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu.
3.      Jasa keuangan ribawi, antara lain:
a.       Bank berbasis bunga, dan
b.      Perusahaan pembiayaan berbasis bunga.
4.    Jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan/atau judi (maysir), antara lain asuransi konvensional
5.      Memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan/atau menyediakan antara lain:
a.       Barang atau jasa haram zatnya
b.      Barang atau jasa haram bukan karena zatnya yang ditetapkan oleh DSN-MUI
c.       Barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
6.      Melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah).[1]
Ketentuan tersebut berlaku bagi emiten agar terbentuk pasar modal yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dengan terpenuhinya empat aspek, yaitu:
1.      Emiten dan efek yang diterbitkannya memenuhi kaidah keadilan, kehati-hatian, dan transparansi;
2.  Infrastruktur informasi bursa efek yang transparan dan tepat waktu yang merata di publik yang ditunjang oleh mekanisme pasar yang wajar;
3.     Pengawasan dan penegakan hukum oleh otoritas pasar modal dapat diselenggarakan secara efektif.[2]
Emiten yang memproduksi barang haram zatnya yaitu saham yang diperjualbelikan merupakan saham perusahaan yang memproduksi atau memperdagangkan barang atau jasa yang tidak halal (contohnya babi, minuman keras/alkohol, darah, bangkai, perjudian, lembaga keuangan konvensional dan hiburan). Di Indonesia lembaga keuangan konvensional masih ada dan menawarkan atau menjual efek kepada masyarakat. Karena dalam pasar modal konvensional tidak ada ketentuan tentang larangan perusahaan menjual barang atau jasa yang haram. Dalam UU Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal disebutkan bahwa perusahaan yang dapat melakukan penawaran umum hanyalah emiten yang telah menyampaikan pernyataan pendaftaran kepada Bapepam untuk menawarkan atau menjual efek kepada masyarakat dan pernyataan pendaftaran tersebut telah efektif.[3] Hal ini berarti perusahaan yang memproduksi barang harampun dapat menjual efek pada pasar modal.
B.     Penyimpangan Transaksi Pada Pasar Modal Konvensional
Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal terdapat penjelasan atau peraturan tentang transaksi yang dilarang menurut syariah, berikut ini isi dari pasal 5 tentang transaksi yang dilarang, yaitu:
1.   Pelaksanaan transaksi harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi dan manipulasi yang di dalamnya mengandung unsur dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat dan kezhaliman.
2.  Transaksi yang mengandung unsur dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat dan kezhaliman sebagaimana dimaksud ayat 1 di atas meliputi:
a.       Najsy, yaitu melakukan penawaran palsu
b.    Bai’al-ma’dum, yaitu melakukan penjualan atas barang (efek syariah) yang belum dimiliki (short selling)
c.   Insider Trading, yaitu memakai informasi orang dalam memperoleh keuntungan atas transaksi yang dilarang
d.      Menimbulkan informasi yang menyesatkan
e.    Margin trading, yatu melakukan transaksi atas efek syariah dengan fasilitas pinjaman berbasis bunga atas kewajiban penyelesaian pembelian efek syariah tersebut
f.    Ihtikar (penimbunan), yaitu melakukan pembelian atau dan pengumpulan suatu efek syariah untuk menyebabkan perubahan harga efek syariah, dengan tujuan memengaruhi pihak lain
g.      Transaksi lain yang mengandung unsur-unsur diatas.[4]
Meskipun sudah ada peraturan tersebut, pada pasar modal konvensional tetap terdapat transaksi yang tidak sesuai dengan prinsip syariah. Berikut ini penyimpangan transaksi yang terjadi pada pasar modal konvensional:
1.      Menjual Sekuritas Belum Dimiliki (Short Selling)
Short Selling adalah transaksi penjualan efek yang tidak dimiliki oleh penjual pada saat transaksi dilaksanakan.[5] Bisa juga diartikan sebagai penjualan saham yang dimiliki penjual short, saham yang dijual secara short tersebut diperoleh dengan meminjam dari pihak ketiga. Penjual short meminjam saham dengan harapan membeli saham tersebut nantinya pada harga yang rendah dan secara simultan mengembalikan saham yang dipinjam, juga memperoleh keuntungan atas penurunan harganya. Transaksi ini dilarang dalam Islam karena memiliki unsur-unsur yang bersifat spekulatif dan penipuan.[6]
Sistem short selling masih banyak dilakukan oleh para pelaku pasar untuk meraih keuntungan jangka pendek. Dengan menggunakan sistem ini pelaku pasar memperoleh keuntungan dengan cara meminjam efek kepada broker atau pemiliknya kemudian langsung dijual pada saat itu juga dengan harapan harga akan turun. Apabila harga turun, investor membelinya untuk dikembalikan kepada broker (pemilik efek). Apabila harga naik, pihak broker atau pemilik efek akan untung. Sebaliknya, apabila harga turun pihak broker atau pemilik efek mengalami kerugian, dan peminjam efek mendapat keuntungan. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip Islam bahwa setiap transaksi yang terjadi tidak boleh merugikan salah satu pihak.[7]
Model short selling merupakan praktik investasi yang hasilnya menang kalah. Islam memandang aktivitas bisnis seperti ini sebagai judi karena mengandung spekulasi. Sistem short selling juga mengandung praktik riba karena pengembalian pinjaman tidak senilai pada saat meminjamnya. Islam melarang jual beli yang dapat merusak atau mengganggu stabilitas pasar karena akan mengakibatkan gejolak pasar yang tidak mencerminkan kondisi perekonomian yang benar di masyarakat.[8]
Contoh/ilustrasi transaksi short selling:
Investor A tidak memiliki saham X. Namun investor A berspekluasi harga saham X akan turun. Investor A kemudian melakukan kontrak peminjaman saham X dengan sekuritas atau institusi lainnya. Investor A memperoleh pinjaman saham X sebanyak 100 lot. Ia kemudian memasang posisi jual saham X yang dipinjamnya sebanyak 100 lot itu pada harga 1000. Kemudian saham tersebut dibeli oleh investor B. Jika 1 lot=500 lembar saham, maka hasil dari penjualan saham X tersebut investor A akan memperoleh 50.000.000. Saham X yang dipinjam investor A dari sekuritas itu berpindah ke investor B.
Namun, karena investor memiliki hutang saham X sebanyak 100 lot pada sekuritas, maka investor A harus segera mencari saham X di pasar sebanyak 100 lot untuk melunasi kewajibannya. Agar mendapatkan untung, investor A harus memasang posisi beli pada harga di bawah harga jual sebesar 1000, ia memasang posisi beli daham X sebanyak 100 lot di harga 500. Kemudian investor C bersedia menjual 100 lot saham X miliknya di harga 500 kepada investor A.
Alhasil, investor A kembali memiliki 100 lot saham X yang dibelinya dengan total nilai 100 lot (50.000 saham) dikali 500 sama dengan 25.000.000. Dengan demikian, investor A mendapat untung 25.000.000 yang diperoleh dari penjualan saham X pinjaman senilai 50.000.000 dikurangi ongkos pembelian kembali saham X senilai 25.000.000.
Investor A kemudian mengembalikan 100 lot saham X yang dipinjamnya ke sekuritas dan semua beres. Tanpa modal saham X, investor A bisa memperoleh untung 25.000.000.[9]
Meskipun begitu, investor A juga harus siap menghadapi resiko yang mungkin timbul apabila harga saham tersebut bukannya menjadi lebih rendah (turun), tetapi justru naik, misalnya menjadi 1500. Apabila ini yang terjadi, ia harus menanggung kerugian sebesar 500 dikalikan jumlah lembar saham yang ia jual.[10]
Terdapat beberapa dampak akibat transaksi short selling, diantaranya:
a.     Dampak yang telah terjadi di pasar modal konvensional adalah jatuhnya IHSG selama dua pekan pertama September 2008 dan ditutupnya fasilitas ini pada 6 Oktober 2008.
b.      Munculnya naked short selling, transaksi ini sulit dideteksi keberadaannya dan biasanya dilakukan oleh para spekulan yang ingin cepat kaya dan mendapat keuntungan sebesar-besarnya meskipun dengan cara manipulatif.
c.  Transaksi ini merusak moral masyarakat dalam berinvestasi, karena transaksi ini menghasilkan keuntungan yang besar maka para spekulan menghalalkan segala cara tanpa memperhatikan sisi etika dalam berbisnis sampai melakukan tindakan manipulatif agar dia mendapatkan keuntungan yang besar bukan kerugian.[11]
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa short selling  dilarang oleh syariat Islam dan memiliki dampak yang negatif bagi pasar modal.
2.      Tadlis, Gharar, Ribawi
Tadlis (penipuan) yaitu transaksi di mana salah satu pihak tidak mengetahui informasi yang diketahui pihak lain. Tadlis dapat terjadi dalam kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan.[12] Gharar adalah setiap transaksi yang berpotensi merugikan salah satu pihak karena mengandung unsur ketidakjelasan, manipulasi dan eksploitasi informasi serta tidak adanya kepastian pelaksanaan akad.[13] Ribawi yaitu segala sesuatu yang mengandung unsur riba.[14] Berikut ini transaksi-transaksi yang memiliki unsur Tadlis, Gharar, dan Ribawi:
a.       Manipulasi pasar
Manipulasi pasar adalah kegiatan untuk menciptakan gambaran semu atau menyesatkan mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar atau harga efek di bursa efek atau memberi pernyataan atau keterangan yang tidak benar atau menyesatkan, sehingga harga efek di bursa terpengaruhi. Transaksi yang tidak mengakibatkan perubahan kepemilikan atau penawaran jual atau beli efek pada harga tertentu di mana pihak tersebut juga telah berkerjasama dengan pihak lain yang melakukan penawaran beli atau jual efek yang sama pada harga yang lebih kurang sama. Motif adalah untuk meningkatkan, menurunkan atau mempertahankan harga efek.Jika manipulasi pasar terjadi, maka pasar akan termanipulasi sehinga mengakibatkan harga saham menjadi semu.[15]
Berikut ini adalah beberapa pola manipulasi pasar:
1) Menyebarluaskan informasi palsu mengenai emiten dengan tujuan untuk mempengaruhi harga efek perusahaan yang dimaksud pada bursa efek (false information). Misalnya: suatu pihak menyebarkan rumor bahwa emiten A akan segera dilikuidasi, pasar merespon yang menyebabkan harga efeknya jatuh tajam di bursa.
2)   Menyebarluaskan informasi yang menyesatkan atau informasi yang tidak lengkap (misinformation). Misalnya: suatu pihak menyebarkan rumor bahwa emiten A tidak termasuk perusahaan yang akan dilikuidasi oleh pemerintah, padahal emiten A termasuk yang diambil alih oleh pemerintah.
3)   Kegiatan transaksi yang bertujuan untuk memberikan kesan bahwa efek perusahaan tertentu aktif diperdagangkan (wash trading). Pola ini dipergunakan sebagai sarana untuk memodifikasi (biasanya menaikkan) harga efek pada level tertentu yang diinginkan pelaku. Misalnya: Direksi emiten A memerintahkan seseorang untuk melakukan pembelian dan penjualan sekaligus, agar efek perusahaannya dianggap likuid. Dalam transaksi tersebut tidak ada perubahan kepemilikan secara absolut, karena skenario telah disusun oleh pihak-pihak yang terlibat.[16]
Agar terbentuk pasar modal yang ideal diperlukan adanya infrastruktur informasi bursa efek yang transparan, tepat waktu dan merata di publik, yang ditunjang oleh mekanisme pasar yang wajar. Mekanisme pasar tidak boleh menimbulkan kondisi keraguan yang dapat menyebabkan kerugian. Mekanisme bursa efek yang wajar juga menyangkut kewajaran permintaan dan penawaran.[17]
b.      Insider Trading
Insider Trading adalah suatu praktik yang dilakukan oleh orang dalam perusahaan (coorporate insider) melakukan perdagangan saham dengan menggunakan informasi yang mengandung fakta materiil yang dimiliki sedangkan informasi itu belum terbuka (tersedia) untuk umum (inside public information).[18]
Sebenarnya larangan mengenai insider trading telah diatur dalam UU Pasar Modal Bab XI yang mengatur mengenai Penipuan, Manipulasi Pasar, dan Perdagangan Orang Dalam. Aturan mengenai perdagangan orang dalam diatur dalam pasal 95 sampai pasal 99. Dalam penjelasan pasal 95 UUPM dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “orang dalam” adalah:
1)      Komisaris, direktur, atau pegawai emiten atau perusahaan publik;
2)      Pemegang saham utama emiten atau perusahaan publik;
3)    Orang perseorangan yang karena kedudukan atau profesinya atau karena hubungan usahanya dengan emiten atau perusahaan publik memungkinkan orang tersebut memperoleh informasi orang dalam; atau
4)    Pihak dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir tidak lagi menjadi pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b atau huruf c diatas.[19]

Secara teknis, pelaku perdagangan orang dalam dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:
1)   Pihak yang mengemban kepercayaan secara langsung maupun tidak langsung dari emiten atau perusahaan publik atau disebut juga sebagai pihak yang berada dalam fiduciary position.
2)     Pihak yang menerima informasi orang dalam dari pihak pertama (fiduciary position) atau dikenal dengan Tippees.[20]
Contoh praktik insider trading adalah sebagai berikut:
Tanggal 1-30 Januari 2003 PT X akan bermaksud untuk mengakuisisi PT Y. Untuk keperluan tersebut PT X menunjuk Mr. A, Mr. B, Mr. C dan Mr. D masing-masing sebagai konsultan Hukum, Notaris, Akuntan, dan Penilai dengan tugas antara lain menilai kelayakan ekonomis PT Y. Selain itu, Mr. A dan Mr. B merupakan pemegang saham PT X. Hasil penilaian tersebut menunjukkan bahwa akuisisi terhadap PT Y akan dapat meningkatkan kinerja PT X. Meningkatnya kinerja perusahaan dapat mengakibatkan naiknya harga saham PT X. Harga saham PT X di Bursa Efek Rp. 2.000. Mr. A dan Mr. B melakukan pembelian saham PT X dalam jumlah besar pada harga Rp. 2000. Tanggal 31 Januari 2003 dilakukan pengumuman kepada masyarakat tentang rencana akuisisi serta prospek positif PT X setelah akuisisi. Tanggal 31 Januari-10 Februari 2003 harga saham PT X naik secara dramatis menjadi Rp. 5000 karena pemodal melihat prospek PT X di masa yang akan datang.
Keterangan:
Mr. A, Mr. B, Mr. C, dan Mr. D merupakan orang dalam sebagaimana dimaksud dalam pasal 95 UUPM. Rencana akuisisi dan serta hasil penilaian atas kelayakan ekonomis atas akuisisi tersebut merupakan informasi orang dalam karena belum diumumkan kepada publik. Perdagangan saham yang dilakukan oleh Mr. A dan Mr. B merupakan perdagangan dengan memanfaatkan informasi orang dalam, sehingga mereka melanggar UUPM dan syariat Islam yaitu melakukan transaksi riba sekaligus zhalim. Pemegang saham yang menjual sahamnya kepada Mr. A dan Mr. B mengalami kerugian dengan naiknya harga saham PT X setelah diumumkannya informasi orang dalam tersebut.[21]
c.       Transaksi Margin Trading
Margin Trading adalah transaksi pembelian efek untuk kepentingan nasabah yang dibiayai oleh perusahaan efek.[22] Margin trading merupakan sistem perdagangan yang umum dipraktikkan dalam sistem perdagangan (investasi) di bursa efek. Sistem ini dianggap dapat meningkatkan likuiditas dan gairah perdagangan di lantai bursa, karena investor dalam melakukan transaksi pembelian (investasi) hanya membayar sebagian dari total transaksinya, sedangkan sisanya dipinjami oleh perusahaan pialang anggota bursa.[23]
d.      Preferred Stock
Preferred Stock (saham istimewa) adalah saham dengan hak istimewa menurut ketentuan dalam anggaran dasar, misalnya berupa prioritas terhadap deviden yang besarnya deviden diberikan dalam jumlah tetap berupa persentase dari nilai nominal yang tertera pada sertifikat saham, atau penentuan pengurus, dan sisa harta saat terjadi likuidasi. Saham istimewa ini di haramkan oleh ketentuan syariah karena terdapat dua karakteristik utama, yaitu:
a.    Adanya keuntungan tetap (pre-determinant revenue). Hal ini menurut kalangan ulama dikategorikan sebagai riba.
b.      Pemilik saham preferen mendapatkan hak istimewa terutama pada saat likuidasi. Hal ini mengandung unsur ketidakadilan.[24]
e.       Option
Option merupakan hak yaitu untuk membeli dan menjual barang yang tidak disertai dengan underlying asset atau real asset. Transaksi option ini bersifat tidak ada (non exist) dan dinilai oleh kalangan ulama bahwa kontrak option ini termasuk future, yaitu mengandung unsur gharar (penipuan/spekulasi) dan maysir (judi).[25]
f.       Forward Contract
Forward Contract (kontrak berjangka) adalah penjualan-pembelian jumlah tertentu dari barang, surat berharga pemerintah, mata uang asing atau instrumen keuangan lainnya, dengan harga yang ditetapkan saat ini dan penyerahan serta penyelesaian pada tanggal tertentu pada masa datang. Hal ini diharamkan karena segala bentuk jual beli utang (dayn bi dayn) tidak sesuai dengan syariah. Bentuk kontrak forward ini dilarang dalam Islam karena dianggap jual beli utang atau piutang yang terdapat unsur ribawi, sedangkan terjadinya transaksi jual beli dilakukan sebelum tanggal jatuh tempo.[26]
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa masih banyak transaksi pada pasar modal konvensional yang menyimpang dari prinsip syariah, contohnya transaksi yang sulit untuk dihilangkan yaitu transaksi insider trading, karena insider trading ini sulit untuk di telusuri/dideteksi.
3.      Rekayasa Permintaan dan Penawaran
Memanipulasi harga aset melalui permainan permintaan-demand (bay’ Najasy) dan penawaran-supply (ihtikar). Najasy adalah penawaran atas sesuatu barang yang dilakukan bukan karena motif untuk membeli, tetapi hanya bermotifkan agar pihak lain berani membelinya dengan harga tinggi.[27] Sedangkan Ihtikar (penimbunan) adalah melakukan pembelian atau dan pengumpulan suatu efek untuk menyebabkan perubahan harga efek, dengan tujuan memengaruhi pihak lain.[28]
Yang dimaksud dengan manipulasi permintaan adalah suatu usaha sistematik untuk mengambil keuntungan di atas keuntungan wajar (abnormal return) melalui rekayasa permintaan (demand) agar harga “terlihat” lebih tinggi (overvalued) dari yang seharusnya (pay off). Begitu pula sebaliknya, manipulasi harga untuk menjatuhkan nilai aset tertentu di bawah harga wajarnya (undervalued) melalui rekayasa penawaran fiktif yang sistematis agar dapat berinvestasi dengan biaya yang lebih rendah dari seharusnya. Praktik semacam ini marak terjadi di pasar modal melalui aksi “goreng-menggoreng” saham sehingga harga saham cenderung mengalami mispricing akibat aktivitas trading yang overreaction dan pada umumnya memakan korban atau merugikan pihak uninformed.[29]
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa rekayasa permintaan dan penawaran adalah penipuan harga saham yang bertujuan untuk mempengaruhi pihak lain untuk membeli saham dan mengambil keuntungan dari pihak yang membeli tersebut. Transaksi ini merupakan transaksi yang dilarang oleh Islam karena mengandung unsur penipuan (tadlis) dan riba.
Keberhasilan pasar modal memang membawa sisi positif bagi perekonomian suatu negara. Namun sebagai negara muslim terbesar di dunia, Indonesia seharusnya merupakan negara yang kondusif dalam mengembangkan pasar modal berprinsip syariah. Berkembangnya efek syariah saat ini, tentunya menjadi peluang besar untuk meningkatkan pasar modal syariah tidak hanya dari sisi produk saja. Namun harus didukung dengan sistem perdagangan yang sudah menerapkan prinsip syariah secara keseluruhan. Salah satunya dengan dipisahkannya bursa efek konvensional dengan efek syariah. Sehingga pelanggaran-pelanggaran transaksi tidak akan terjadi dan pasar modal syariah dapat menerapkan ajaran Islam secara kaffah.
Sebagai investor muslim juga hendaknya memilah-milah kembali jika ingin berinvestasi di pasar modal. Investor muslim membeli dan menjual saham harus sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah yang ada.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dalam pasar modal syariah, emiten/perusahaan yang menjual saham dilarang memproduksi barang Haram. Namun pada kenyataannya masih terdapat perushaan-perusahaan yang memproduksi barang yang haram. Sedangkan dalam transaksi pasar modal terdapat beberapa larangan oleh syariah, diantaranya transaksi yang mengandung riba, transaksi yang mengandung gharar (ketidakjelasan), dan transaksi yang di dalamnya terdapat unsur penipuan. Yang termasuk dalam unsur penipuan diantaranya melakukan penawaran palsu (najasy), transaksi atas barang yang belum dimiliki (short selling), pembelian untuk menimbun efek (ihtikar), serta menyebarluaskan informasi yang menyesatkan atau memakai informasi orang dalam untuk memperoleh keuntungan dari transaksi tersebut.
Untuk mengantisipasi hal tersebut Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa yang didalamnya terdapat penjelasan transaksi-transaksi yang dilarang menurut syariat dalam pasar modal, namun hal ini tidak serta merta dapat menghilangkan penyimpangan dalam pasar modal konvensional, karena pada kenyataannya masih ada penyimpangan yang terjadi pada pasar modal konvensional yang tidak sesuai dengan ketentuan syariah.
B.     Saran
1.      Sebagai umat Islam kita sudah seharusnya untuk selalu berhati-hati dalam melakukan transaksi muamalah baik dalam pasar modal maupun dalam transaksi muamalah lainnya,
2.      Sebaiknya ada pemisahanan antara pasar modal syariah dengan pasar modal konvensional.



DAFTAR PUSTAKA
Bilqis Annisa Firdaus, Analisis Larangan Transaksi Short Selling Pada Pasar Modal Syariah Serta Dampak Negatif Yang Ditimbulkan Dalam Pasar Modal Konvensional, 9 September 2017
FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NOMOR: 40/DSN-MUI/X/2003 Tentang PASAR MODAL DAN PEDOMAN UMUM PENERAPAN PRINSIP SYARIAH DI BIDANG PASAR MODAL, Pasal 5, 02 September 2017
Hidayat, Taufik. Buku Pintar Investasi Syariah. Jakarta: Mediakita, 2011.
https://m.detik.com/finance/portofolio/1126909/seluk-beluk-transaksi-short-selling, 9 September 2017
https://www.yarsi.ac.id/in/web-directory/kolom-dosen/70-fakultas-ekonomi/251-modal-syariah.html
Komunitas Ekonomi Syariah. Kamus Istilah Perbankan Asuransi dan Pasar Modal Syariah Plus Zakat. Jakarta: Shahih, 2016.
Muhamad Nafik Hadi Ryandono, Sistem Margin Trading dan Strategi  dalam Menutup Sisa Margin pada Perdagangan Saham  di Bursa Efek: Perspektif Fiqh Muamalah, jurnal.usu.ac.id, 02 September 2017.
Nasarudin, M. Irsan dan Indra Surya. Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Prenada Media, 2004.
Sholihin, Ahmad Ifham. Buku Pintar Ekonomi Syariah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010.
Tavinayati dan Yulia Qamariyanti. Hukum Pasar Modal di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
Umam, Khaerul. Pasar Modal Syariah. Bandung: Pustaka Setia, 2013.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, Pasal 70, www.ojk.go.id, 9 September 2017
Yuliana, Indah. Investasi Produk Keuangan Syariah. Malang: UIN-Maliki Press, 2010.




[1] Khaerul Umam, Pasar Modal Syairah,  h.98
[2] Ibid.,
[3] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, Pasal 70, www.ojk.go.id, 9 September 2017
[4] FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NOMOR: 40/DSN-MUI/X/2003 Tentang PASAR MODAL DAN PEDOMAN UMUM PENERAPAN PRINSIP SYARIAH DI BIDANG PASAR MODAL, Pasal 5, 02 September 2017
[5] Khaerul Umam, Pasar Modal, Op.Cit., h.81
[6] Indah Yuliana, Investasi Produk Keuangan Syariah, h.50
[7] Bilqis Annisa Firdaus, Analisis Larangan Transaksi Short Selling Pada Pasar Modal Syariah Serta Dampak Negatif Yang Ditimbulkan Dalam Pasar Modal Konvensional, 9 September 2017, h.10
[8] Ibid.,
[9] https://m.detik.com/finance/portofolio/1126909/seluk-beluk-transaksi-short-selling, 9 September 2017
[10] Taufik Hidayat, Buku Pintar Investasi Syariah, h.33
[11] Bilqis Annisa Firdaus, Analisis Larangan, h.20
[12] Ahmad Ifham Sholihin, Buku Pintar Ekonomi Syariah, h.829
[13] Ibid., h.102
[14] Ibid., h.734
[15] Tavinayati dan Yulia Qamariyanti, Hukum Pasar Modal di Indonesia, h.74
[16] Ibid.,
[17] Khaerul Umam, Pasar Modal, Op.Cit., h.96
[18] Tavinayati dan Yulia Qamariyanti, Hukum Pasar, Op.Cit., h.79
[19] Ibid.,
[20] Ibid., h.82
[21] M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, h.269-270
[22] Khaerul Umam, Pasar Modal, Op.Cit., h.81
[23] Muhamad Nafik Hadi Ryandono, Sistem Margin Trading dan Strategi  dalam Menutup Sisa Margin pada Perdagangan Saham  di Bursa Efek: Perspektif Fiqh Muamalah, jurnal.usu.ac.id, 02 September 2017.
[24] Indah Yuliana, Investasi Produk, Op.Cit., h.49
[25] Ibid., h.50
[26] Ibid., h.49
[27] Komunitas Ekonomi Syariah, Kamus Istilah Perbankan Asuransi dan Pasar Modal Syariah Plus Zakat, h.34
[28] Khaerul Umam, Pasar Modal, Op.Cit., h.97
[29] https://www.yarsi.ac.id/in/web-directory/kolom-dosen/70-fakultas-ekonomi/251-mod
al-syariah.html

No comments:

Post a Comment