BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pajak
merupakan sumber penerimaan Negara yang digunakan untuk membiayai kepentingan
umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti
kepentingan rakyat, pendidikan, kesejahteraan rakyat, kemakmuran rakyat dan
sebagainya. Sehingga pajak merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan
Negara. Pemungutan pajak yang dilakukan oleh pemerintah merupakan sumber
terpenting dari penerimaan Negara. Lagipula penerimaan Negara dari pajak dapat
dijadikan indicator atas peran serta masyarakat (sebagai subjek pajak) dalam
kontribusinya melakukan kewajiban perpajakan,
karena pembayaran pajak yang dilakukan akan dikembalikan lagi kepada masyarakat dalam bentuk tidak langsung, dan berupa pengeluaran rutin dan pembangunan yang berguna bagi rakyat.[1]
karena pembayaran pajak yang dilakukan akan dikembalikan lagi kepada masyarakat dalam bentuk tidak langsung, dan berupa pengeluaran rutin dan pembangunan yang berguna bagi rakyat.[1]
Sistem
perpajakan di Indonesia menganut sistem self assesment. Dengan sistem
tersebut Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung sendiri besarnya
pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak. Perhitungan Pajak Penghasilan
(PPh) terutang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri dalam SPT Tahunan Pajak
Penghasilan.
PPh
Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib
pajak orang pribadi dalam negeri.
B.
Rumusan Masalah
1.
Pengertian pajak
penghasilan menurut pasal 21,22,23,24,25,26, dan pasal 4 ayat 2?
2.
Bagaimana cara
perhitungan Pajak Penghasilan?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
PPh adalah
pasal yang mengatur pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang diterima
dari pekerjaan atau jasa baik dalam hubungan kerja maupun dari
pekerjaan bebas oleh WP perorangan dalam negeri.
PPh Pasal 21adalah salah satu jenis pelunasan PPh dalam tahun berjalan,
melaui pemotongan oleh pihak ketiga (yaitu pemberi kerja atau bendaharawan
pemerintah/ dana pensiun atau badan lain atau penyelenggara pemerintah) yang
merupakan anjuran pajak yang boleh dikreditkan terhadap PPh yang terutang untuk
tahun pajak bersangkutan, kecuali PPh yang bersifat final.
PPh sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh WP
orang pribadi, pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorium, tunjangan,
dan pembayaran lain (PMK No.252/PMK.03/2008).
2.
Dasar Pengenaan Dan
Pemotongan Pph Pasal 21
Dasar Pengenaan Dan Pemotongan Pph Pasal 21 adalah sebagai berikut :
1) Penghasilan Kena Pajak
a. Pegawai Tetap
PKP pegawai tetap
dihitung dengan mengurangkan PTKP dari penghasilan Neto(PN)
PKP= PB – Biaya Jabatan
– Iuran Pensiun –PTKP
b. Penerimaan pensiun berkala
PKP penerima pensiun
berkala dihitung dengan mengurangkan PTKP dari penghasilan Neto(PN)
PKP = PB – Biaya
Pensiun – PTKP
c. Pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah
kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 bulan kalender telah melebihi
jumlah PTKP sebulan untuk diri wajib pajak sendiri.
PKP = PB- PTKP
d. Bukan pegawai meliputi :
a) distributor multilevel marketing atau direct selling
b) petugas dinas luar asuransi yang tidak berstatus dalam pegawai
c) penjaja barang dagangan yang tidak berstatus sebagai pegawai, dan
d) penerima penghasilan bukan pegawai lainnya yang menerima penghasilan dari
pemotong Pph pasal 21 secara berkesinambungan dalam 1 tahun kalender
PKP = PB –PTKP yang
dihitung secara bulanan
1.
Pengertian
Pengertian
Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh Bendaharawan
Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga
negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang atau
badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan
kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. Pajak Penghasilan
Pasal 22 dibayar dalam tahun berjalan melalui pemungutan oleh pihak tertentu
dan pemungutan PPh Pasal 22 bersifat final dan tidak final.
2.
Tata Cara Pemungutan, Penyebaran
dan Pelaporannya
a.
Pemungutan pajak atas
barang impor oleh pemungut dengan cara penyetoran oleh pengimpor yang
bersangkutan
b.
Atas pembelian barang
oleh pemungut dengan cara pemungutan dan penyetoran atas nam wajib pajak
c.
Atas penjualan hasil
produksi dengan cara penyetoran dan pemungutan oatas nama wajib pajak dilakukan
secara kolektif dengan menggunakan SPP dan diterbitkan bukti dalam rangkap 3
d.
Atas penjualan hasil
produksi dalam butir 6 dengan cara pentetoramnya oleh agen, atau pembeli
lainnya atas pemungutan diterbitkan bukti pemungutan.
1.
Pengertian
Dalam
ketentuan umum pasal 23 UU PPh mengatur pemotongan pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang
berasal dari modal, penyerahan jasa atau penyelenggaraan kegiatan selain yang
telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan, disediakan seubjek
pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
2.
Tarif dan Objek Pajak
Tarif dan Objek Pajak Penghasilan Pasal 23 dapat dikelompokan menjadi tiga,
yaitu:
1) Sebesar 15 % dari jumlah bruto atas:
a) Deviden, Bunga, Royalti, Hadiah,penghargaan,bonus,dan sejenis lainnya : PPh pasal 23 =
15% x penghasilan bruto
2) Sebesar 2% dari jumlah bruto atas:
Sewa dan jasa : PPh
pasal 23 = 2% x penghasilan bruto
a) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta,kecuali sewa
dan penghasilan lain sehubumgan dengan harta yang telah dikenai Pajak
Penghasilan sebagaimana yang telah dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2);dan
b) Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi,
jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
3) Dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan seperti
pada butir 1 dan 2 tidak memiliki NPWP,besarnya tarif pemotongan yaitu menjadi
lebih tinggi 100% daripada tarif sebagaimana ditetapkan pada butir 1 dan 2.
1. Pengertian
PPh Pasal 24
adalah salah satu jenis pelunasan PPh dalam tahun berjalan yang merupakan pajak
yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri
yang diterima atau diperoleh WP dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak
yang terutang berdasarkan UU PPh dalam tahun pajak yang sama.
1)
Batas maksimum kredit pajak luar negeri (KPLN) diambil yang
terendah dari ketiga unsur berikut Jumlah Pajak yang dibayar / terutang
di luar negeri yang biasa digunakan
2) Penghasilan
Luar Negeri x PPh Terutang Penghasila Kena
Pajak
3)
Jumlah PPh terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak, dalam hal
penghasilan kena pajaknya lebih kecil dari penghasilan luar negerinya.
2. Cara mencari
pajak penghasilan pasal 24 yang dapat dikreditkan di dalam negeri
1) Cari
Penghasilan Kena Pajak (PKP) :
PKP = PNDN (Penghasilan Netto Dalam Negeri) + PNLN (Penghasilan
Netto Luar Negeri)
Catatan :
Jika DN (Dalam Negeri) rugi diperhitungkan sebagai pengurang dalam
menghitung PKP .
Jika LN (Luar Negeri) rugi tidak diperhitungkan sebagai pengurang
dalam menghitung PKP (diabaikan)
2) Cari Pajak
Penghasilan Terutang (PPh Terutang) Dari Penghasilan Kena Pajak (PKP)
3)
Cari Pajak yang telah dibayar di Luar Negeri:
(%Pajak yang dikenakan di
Luar Negeri x Besarnya penghasilan di Luar Negeri)
4) Cari Kredit
Pajak Luar Negeri (KPLN) :
KPLN = Penghasilan Luar Negeri x PPh terutang Penghasilan Kena Pajak
5) Bandingkan
antara Pajak yang telah dibayar di Luar Negeri (poin 3) dengan kredit Pajak
Luar Negeri (poin 4), lalu pilih yang terendah.
6)
Jumlahkan poin 5 untuk mencari besarnya PPh Pasal 24 yang dapat
dikreditkan.
Catatan : Jika PKP < PNLN dicari sampai langkah ke dua.
Catatan : Jika PKP < PNLN dicari sampai langkah ke dua.
1.
Pengertian
Pajak Penghasilan (disingkat PPh) dikenakan terhadap Wajib Pajak dalam satu
periode tertentu yang dinamakan tahun pajak. Berdasarkan hal ini, maka
perhitungan dan penghitungan PPh dilakukan setahun sekali yang dituangkan dalam
SPT Tahunan. Nah, karena penghitungan PPh dilakukan setahun sekali, maka
penghitungan ini harus dilakukan setelah satu tahun tersebut berakhir agar
semua data penghasilan dalam satu tahun sudah diketahui. Untuk perusahaan,
tentu saja data penghasilan ini harus menunggu laporan keuangan selesai dibuat.
Ansuran pajak/
bulan = PPh terutang – kredit pajak /12
F. Pajak
Penghasilan Pasal 26[7]
1. Pengertian
PPh pasal 26
mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber di Indonesia yang
diterima atau diperoleh WP luar negeri (baik orang pribadi maupun badan)
selain BUT (Bentuk Usaha Tetap) di Indonesia.
2. Tarif, Objek
Pajak dan Sifat Pengenaanya
Dikelompokan
menjadi 3 bagian yaitu :
a.
Sebesar 20% dari jumlah bruto penghasilan yang
diterima/ diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri dan bersifat final atas penghasilan
berupa;
1)
Deviden
2)
Bunga (premium, diskonto, dan imbalan sehubungan
dengan aminan pengembalian utang)
3)
Royalt, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta
4)
Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan atau
kegiatan.
5)
Hadiah dan penghargaan
6)
Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
7)
Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya
8)
Keuntungan dengan pembebasan utang.
b.
Sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto, dan
bersifat final atas penghasilan atas;
1)
Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia kecuali
yang diatur dalam pasal 4 ayat 2 yaitu penghasilan yang pengenaan pajaknya di
atur dalam peraturan pemerintah seperti : bunga deposito dan tabungan lainnya,
pengalihan harta berupa tanah atau bangunan, transaksi, saham dan sekuritas
lainnya di bursa efek dan penghasilan tertentu lainnya.
2)
Premi asuransi dan premi reasuransi yang dibayarkan
kepada perusahaan asuaransi luar negeri
c.
Sebesar 20% bersifat final dari Penghasilan Kena Pajak
sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan
kembali di Indonesia maka tidak dipotong PPh Pasal 26
1.
Pengertian
Pajak yang
sifatnya pemungutan final. Yang dimaksud final disini yaitu pajak yang dipotong
oleh pihak ketiga atau dibayar sendiri tidak dapat dikreditkan terhadap utang
pajak pada akhir tahun penghitungan pajak penghasilan pada surat pemberitahuan
tahunan. Contoh penghasilan yang dikenakan PPh final adalah bunga deposito,
penjualan tanah dan banguanan, persewaan tanah fan banguanan, hadiah undian,
bunga obligasi dan lain-lain.
2.
Perhitungan PPh Pasal 4 ayat 2
PPh terutang
dihitung dengan menerapkan tarif tertentu (tarif tunggal) terhadap penghasilan
bruto dan bersifat final. Adapun besarnya PPh terutang untuk masing-masing
jenis penghasilan adalah sebeagai berikut :
a.
Bunga tabungan, deposito, sertifikat Bank Indonesia
PPh terutang = 20% x jumlah bruto
b.
Penghasilan saham di bursa efek
PPh terutang = 0,1% x penghasilan bruto
c.
Sewa tanah dan bangunan
PPh terutang = 10% x penghasilan
bruto
d.
Pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan
PPh terutang = 5% x penghasilan
bruto
e.
Penjualan saham perusahaan modal ventura
PPh terutang = 0,1% x penghasilan
bruto
f.
Bunga/diskonto obligasi di Bursa Efe
PPh terutang = 20% x jumlah bruto
atau selisih harga jual
g.
Hadiah undian
PPh terutang = 25% x penghasilan
bruto/pasar
h.
Bunga simpanan koperasi kepada anggota lebih dari Rp
240.000 per bulan
PPh terutang = 10% x penghasilan
bruto
H.
Contoh Perhitungan
Pajak penghasilan
1.
Pasal 21
Pegawai tetap.
Contoh kasus :
Adi Kurniawan bekerja pada PT. DFT sebagai pegawai tetap sejak
tanggal 1 september 2009. gaji sebulan adalah sebesar Rp 5.000.000 dan membayar
iuran pensiun Rp 200.000. adi sudah menikah dan mempunyai 2 anak..
Perhitungan :
Gaji sebulan =
Rp 5.000.000
Pengurangan :
Biaya
jabatan : 5% x Rp 5.000.000 =
Rp 250.000
Iuran
pensiun : =
Rp 200.000 +
Penghasilan neto sebulan =
Rp 4.550.000
Penghasilan Neto Setahun (12 bulan) :
12 x
Rp 4.550.000 =
Rp 54.600.000
PTKP
:
Dari
WP Rp 15.840.000
Status
Kawin Rp 1.320.000
Anak
(2) Rp 2.640.000
+
= Rp
19.800.000 –
Penghasilan kena pajak setahun =
Rp 34.800.000
PPh Pasal 21 terutang =
5% x Rp 34.800.000 = Rp 1.740.000
PPh Pasal 21 sebulan =
Rp 1.740.000 : 12 = Rp 145.000
2.
Pasal 22
contoh kasus :
PT Pasaribu motors mengimpor barang dari korea. PT pasaribu motors
adalah importir mobil yang telah memiliki angka pengenal impor. PT KIA
mengimpor 50 unit mobil dengan harga faktur $10.000 per-unit. biaya asuransi dan
biaya angkut yang berkaitan dengan impor mobil tersebut adalah masing-masing
adalah 2% dan 3%. bea masuk yang dibayar oleh PT KIA Motors sebesar sebesar 5%
dari CIF dan bea masuk tambahan sebesar
20% dari CIF. Kurs pada saat itu ditetapkan oleh mentri keuangan sebesar $1= Rp
9.000. Berapa PPh yang harus dibayar?
Perhitungan
Harga faktur : 50
x $10.000 = $ 500.000
Biaya asuransi (2%) =
$ 10.000
Biaya angkut (3%) =
$ 15.000 +
CIF $ 525.000
Bea masuk : 5%
x $525.000 = $ 26.250
Bea masuk tambahan : 20%
x $525.000 = $ 105.000 +
Nilai Impor $ 656.250
Nilai impor dalam rupiah :
$
656.250 x Rp 9000 =
Rp 5.906.250.000
PPh 22 yang harus dipungut (memiliki API) :
2,5%
x Rp Rp 5.906.250.000 = Rp
147.656.250
3.
Pasar 23
Contoh kasus :
Pada
tanggal 10 May 2010, PT. ABC, membagikan dividen masing-masing Rp
10,000,000 kepada 20 pemegang sahamnya. Atas dividen yang dibagikan,
PT. Sukses
Gagalnya wajib memungut PPh Pasal 23.
Perhitungan :
PPh
pasal 23 yang harus dipotong PT. ABC adalah :
Pungutan deviden 15% x
Rp 10.000.000 = Rp 150.000
20 x Rp 150.000 = Rp 3.000.000
Saat
terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada
tanggal 31 Mei 2010
Saat
Penyetoran : paling lambat 10 Juni 2010
Saat
Pelaporan : paling lambat 20 Juni 2010
4.
Pasal 24
Contoh Kasus :
PT. Seventeen
yang berlokasi di Jakarta, selama tahun 2009 memperoleh penghasilan baik dari
usahanya dari dalam negeri ataupun beberapa cabangnya yang berada di luar
negeri. Penghasilan Netto dari dalam negeri Rp 150.000.000.000 sedangkan
usahanya di luar negeri, seperti Jepang memperoleh penghasilan Rp 300.000.000
dan di Korea memperoleh penghasilan Rp 400.000.000 sedangkan di China mengalami
rugi Rp 100.000.000. Pajak yang telah dibayar diluar negeri sebesar 25% untuk
Jepang, 30% untuk Korea dan 20% untuk China. Berapa PPh Pasal 24 yang
diperkenankan untuk dikreditkan dengan pajak penghasilan yang harus dibayar di dalam
negeri?
Perhitungan
Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dapat dikreditkan di dalam negeri.
1) Mencari
Penghasilan Kena Pajak (PKP) :
Penghasilan Neto Dalan Negeri =
Rp 150.000.000
Penghasilan Neto Luar Negeri :
Jepang = Rp
300.000.000
Korea = Rp
400.000.000 +
Jumlah Penghasilan Neto Luar Negeri = Rp 700.000.000 +
Penghasilan Kena Pajak (PKP) =
Rp 850.000.000
2)
Mencari Pajak Penghasilan Terutang dari jumlah PKP Sebesar Rp
850.000.000 :
28% x Rp 850.000.000 = Rp 238.000.000
3)
Mencari Pajak Yang Telah Dibayar Atas Penghasilan Di Luar Negeri :
Jepang : 25% x 300.000.000 = Rp 75.000.000
Korea : 30% x 400.000.000 = Rp 120.000.000
4)
Mencari Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN) :
KPLN Jepang : 300.000.000 / 850.000.000 x 238.000.000 = Rp
84.000.000
KPLN Korea : 400.000.000 / 850.000.000 x 238.000.000 = Rp 112.000.000
KPLN Korea : 400.000.000 / 850.000.000 x 238.000.000 = Rp 112.000.000
5)
PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan di Indonesia atas penghasilan
di Jepang sebesar :
Rp 75.000.000 (Pilih yang terendah)
PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan di Indonesia atas penghasilan
di Korea sebesar :
Rp 112.000.000 (Pilih yang terendah)
6)
Jumlah PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan di dalam negeri :
Rp 75.000.000 + Rp 112.000.000 = Rp 187.000.000
Rp 75.000.000 + Rp 112.000.000 = Rp 187.000.000
5.
Pasal 25
Ali adalah Pengusaha Warung Makan di Jogjakarta yang memiliki penjualan
pada tahun 2010 sebesar Rp180.000.000. Ali statusnya kawin dan mempunyai 2
(dua) orang anak. Ali menyelenggarakan pencatatan untuk menghitung pajaknya.
Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 yang harus dibayar sebagai angsuran dalam
tahun berjalan dihitung adalah :
Perhitungan :
Jumlah peredaran setahun =
Rp180.000.000
Presentase penghasilan norma (lihat daftar presentase norma) = 20%
Penghasilan neto setahun = 20% x Rp 180.000.000 = Rp 36.000.000
Penghasilan Kena Pajak
= (Pengasilan neto setahun – PTKP)
Rp 36.000.000 – Rp
19.800.000 = Rp 16.200.000
PPh Pasal 25 terutang :
5% x Rp 16.200.000 = Rp 810.000
PPh Pasal 25 sebulan: Rp 810.000 : 12 = Rp 67.500
6.
Pasal 26
Contoh kasus :
Suatu
perusahaan penyewaan gedung kantor, PT Cunha, mengasuransikan bangunan
bertingkat ke perusahaan asuransi di luar negeri dengan membayar jumlah premi
selama tahun 1995 sebesar Rp1 Miliar.
Perkiraan
penghasilan = 50% x Rp1
Miliar = Rp500.000.000
PPh Pasal 26 = 20% x
Rp500.000.000 = Rp100.000.000
(10% x Rp1 Miliar)
Jika PT Cunha
mengasuransikan kepada perusahaan asuransi di dalam negeri, PT Handoko, dengan
membayar jumlah premi yang sama sebesar Rp 1 Miliar, dan kemudian PT Handoko
mereasuransikan sebagian polis asuransi tersebut kepada perusahaan asuransi luar
negeri dengan membayar premi sebesar Rp 500 juta.
Perkiraan penghasilan neto = 10% x Rp500 juta = Rp 50.000.000
Perkiraan penghasilan neto = 10% x Rp500 juta = Rp 50.000.000
PPh Pasal 26
yang wajib dipotong oleh PT Handoko adalah
= 20% x Rp50 juta = Rp10.000.000 (2% x Rp500.000.000)
7.
Pasal 4 ayat 2
Tuan Amir
memperoleh hadiah undian dari Bank berupa uang tunai sebesar 200.000.000 .
Pihak Bank memotong PPh Pasal 4 (2) sebesar 25 %
Perhitungan :
PPh pasal 4 (2) Rp 200.000.000 x 25% = Rp 50.000.000
Uang yang diterima
oleh Tuan Amir sebesar :
Rp 200.000.000 – Rp 50.000.000 = Rp 150.000.000
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
PPh adalah pasal yang mengatur pajak yang dikenakan terhadap
penghasilan yang diterima dari pekerjaan
atau jasa baik dalam hubungan
kerja maupun dari pekerjaan bebas oleh WP perorangan dalam negeri.
PPh
Pasal 21adalah salah satu jenis pelunasan PPh dalam tahun berjalan, melaui
pemotongan oleh pihak ketiga sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan
yang dilakukan oleh WP orang pribadi, pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,
honorium, tunjangan, dan pembayaran lain (PMK No.252/PMK.03/2008).
Pajak
Penghasilan Pasal 22 dibayar dalam tahun berjalan melalui pemungutan oleh pihak
tertentu seperti Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah,yang berkenaan dengan
kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. dan pemungutan PPh Pasal 22 bersifat final
dan tidak final.
PPh
pasal 23 membahas tentang penghasilan yang diperoleh dari penggunaan harta atau
modal (deviden, bunga, royalti, hadiah penghargaan, sewa, dan jasa).
PPh
pasal 24 membahas tentang penghasilan yang berasal dari luar negeri.
Pada
prinsinya dalam PPh pasal 24 adalah mencari besarnya pajak yang bisa
dikreditkan dengan jalan membandingkan antara pajak yang dipungut di luar
negeri dengan batas maksimum kredit pajak dipilih yang terkecil.
PPh
Pasal 25 yang dikenakan terhadap Wajib Pajak dalam satu periode tertentu yang
dinamakan tahun pajak. penghitungan ini harus dilakukan setelah satu tahun
tersebut berakhir agar semua data penghasilan dalam satu tahun sudah diketahui.
PPh
pasal 26 mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber di
Indonesia yang diterima atau diperoleh WP luar negeri (baik orang pribadi
maupun badan) selain BUT (Bentuk Usaha Tetap) di Indonesia.
PPh Pasal 4 (2)
merupakan Pajak yang sifatnya pemungutan final. Yang dimaksud final disini
yaitu pajak yang dipotong oleh pihak ketiga atau dibayar sendiri tidak dapat
dikreditkan terhadap utang pajak pada akhir tahun penghitungan pajak
penghasilan pada surat pemberitahuan tahunan. Contoh : Bunga deposito
[1] http://pasal%20pajak/Usman'%20Blog%20%20Pajak%20Penghasilan%20Pasal%2021,22,23,24,25.html
[2]
Diana,Anastasya dan Lilis Setiawati, Perpajakan Indonesia, (Jogjakarta: C.V ANDI OFFSET,2009), h.409
[3] Ibid.,
h.465
[4] [4] Ibid., h.475
[5] [5] Ibid., h.485
[6] http://pasal%20pajak/PPh%20pasal%2021,%2022,%2023,%2024,%2025,%20dan%2026.htm
[7] Diana,Anastasya dan Lilis Setiawati, op.cid
h.501
[8] ibid
No comments:
Post a Comment