Sunday, February 11, 2018

MAKALAH : PENGANTAR PERPAJAKAN


BAB I
PENDAHULUAN

      A.    Latar Belakang
Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang digunakan untuk membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti kepentingan rakyat, pendidikan, kesejahteraan rakyat, kemakmuran rakyat dan sebagainya. Sehingga pajak merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan Negara. Pemungutan pajak yang dilakukan oleh pemerintah merupakan sumber terpenting dari penerimaan Negara. Lagipula penerimaan Negara dari pajak dapat dijadikan indicator atas peran serta masyarakat (sebagai subjek pajak) dalam kontribusinya melakukan kewajiban perpajakan,
karena pembayaran pajak yang dilakukan akan dikembalikan lagi kepada masyarakat dalam bentuk tidak langsung, dan berupa pengeluaran rutin dan pembangunan yang berguna bagi rakyat.[1]
Sistem perpajakan di Indonesia menganut sistem self assesment. Dengan sistem tersebut Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung sendiri besarnya pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak. Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) terutang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan.
PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.

B.     Rumusan Masalah
1.      Pengertian pajak penghasilan menurut pasal 21,22,23,24,25,26, dan pasal 4 ayat 2?
2.      Bagaimana cara perhitungan Pajak Penghasilan?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pajak Penghasilan Pasal 21[2]
1.      Pengertian
PPh adalah pasal yang mengatur pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang diterima dari pekerjaan  atau  jasa baik dalam hubungan kerja maupun dari pekerjaan bebas oleh WP perorangan dalam negeri.
PPh Pasal 21adalah salah satu jenis pelunasan PPh dalam tahun berjalan, melaui pemotongan oleh pihak ketiga (yaitu pemberi kerja atau bendaharawan pemerintah/ dana pensiun atau badan lain atau penyelenggara pemerintah) yang merupakan anjuran pajak yang boleh dikreditkan terhadap PPh yang terutang untuk tahun pajak bersangkutan, kecuali PPh yang bersifat final.
PPh sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh WP orang pribadi, pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorium, tunjangan, dan pembayaran lain (PMK No.252/PMK.03/2008).
2.      Dasar Pengenaan Dan Pemotongan Pph Pasal 21
Dasar Pengenaan Dan Pemotongan Pph Pasal 21 adalah sebagai berikut :
1)      Penghasilan Kena Pajak
a.       Pegawai Tetap
PKP pegawai tetap dihitung dengan mengurangkan PTKP dari penghasilan Neto(PN)
PKP= PB – Biaya Jabatan – Iuran Pensiun –PTKP
b.      Penerimaan pensiun berkala
PKP penerima pensiun berkala dihitung dengan mengurangkan PTKP dari penghasilan Neto(PN)
PKP = PB – Biaya Pensiun – PTKP
c.       Pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 bulan kalender telah melebihi jumlah PTKP sebulan untuk diri wajib pajak sendiri.
PKP = PB- PTKP
d.      Bukan pegawai meliputi :
a)      distributor multilevel marketing atau direct selling
b)      petugas dinas luar asuransi yang tidak berstatus dalam pegawai
c)      penjaja barang dagangan yang tidak berstatus sebagai pegawai, dan
d)     penerima penghasilan bukan pegawai lainnya yang menerima penghasilan dari pemotong Pph pasal 21 secara berkesinambungan dalam 1 tahun kalender
PKP = PB –PTKP yang dihitung secara bulanan

B.     Pajak Penghasilan Pasal 22[3]
1.      Pengertian
Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang atau badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. Pajak Penghasilan Pasal 22 dibayar dalam tahun berjalan melalui pemungutan oleh pihak tertentu dan pemungutan PPh Pasal 22 bersifat final dan tidak final.
2.      Tata Cara Pemungutan, Penyebaran dan Pelaporannya
a.       Pemungutan pajak atas barang impor oleh pemungut dengan cara penyetoran oleh pengimpor yang bersangkutan
b.      Atas pembelian barang oleh pemungut dengan cara pemungutan dan penyetoran atas nam wajib pajak
c.       Atas penjualan hasil produksi dengan cara penyetoran dan pemungutan oatas nama wajib pajak dilakukan secara kolektif dengan menggunakan SPP dan diterbitkan bukti dalam rangkap 3
d.      Atas penjualan hasil produksi dalam butir 6 dengan cara pentetoramnya oleh agen, atau pembeli lainnya atas pemungutan diterbitkan bukti pemungutan.

C.     Pajak Penghasilan Pasal 23[4]
1.      Pengertian
Dalam ketentuan umum pasal 23 UU PPh mengatur pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan, disediakan seubjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
2.      Tarif dan Objek Pajak
Tarif dan Objek Pajak Penghasilan Pasal 23 dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu:
1)      Sebesar  15 % dari jumlah bruto atas:
a)      Deviden, Bunga, Royalti, Hadiah,penghargaan,bonus,dan sejenis lainnya : PPh pasal 23 = 15% x penghasilan bruto
2)      Sebesar 2% dari jumlah bruto atas:
Sewa dan jasa : PPh pasal 23 = 2% x penghasilan bruto
a)      Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta,kecuali sewa dan penghasilan lain sehubumgan dengan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana yang telah dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2);dan
b)      Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
3)      Dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan seperti pada butir 1 dan 2 tidak memiliki NPWP,besarnya tarif pemotongan yaitu menjadi lebih tinggi 100% daripada tarif sebagaimana ditetapkan pada butir 1 dan 2.
  
D.    Pajak Penghasilan Pasal 24[5]
1.     Pengertian
PPh Pasal 24 adalah salah satu jenis pelunasan PPh dalam tahun berjalan yang merupakan pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh WP dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan UU PPh dalam tahun pajak yang sama.
1)      Batas maksimum kredit pajak luar negeri (KPLN) diambil yang terendah dari ketiga unsur berikut  Jumlah Pajak yang dibayar / terutang di luar negeri  yang biasa digunakan
2)      Penghasilan Luar Negeri x PPh Terutang  Penghasila Kena Pajak
3)      Jumlah PPh terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak, dalam hal penghasilan kena pajaknya lebih kecil dari penghasilan luar negerinya.
2.      Cara mencari pajak penghasilan pasal 24 yang dapat dikreditkan di dalam negeri 
1)      Cari Penghasilan Kena Pajak (PKP) :
PKP = PNDN (Penghasilan Netto Dalam Negeri) + PNLN (Penghasilan Netto Luar Negeri)
Catatan :
Jika DN (Dalam Negeri) rugi diperhitungkan sebagai pengurang dalam menghitung PKP .
Jika LN (Luar Negeri) rugi tidak diperhitungkan sebagai pengurang dalam menghitung PKP (diabaikan)
2)      Cari Pajak Penghasilan Terutang (PPh Terutang) Dari Penghasilan Kena Pajak (PKP)
3)      Cari Pajak yang telah dibayar di Luar Negeri:
 (%Pajak yang dikenakan di Luar Negeri x Besarnya penghasilan di Luar Negeri)
4)      Cari Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN) :
KPLN = Penghasilan Luar Negeri x PPh terutang Penghasilan Kena Pajak
5)      Bandingkan antara Pajak yang telah dibayar di Luar Negeri (poin 3) dengan kredit Pajak Luar Negeri (poin 4), lalu pilih yang terendah.
6)      Jumlahkan poin 5 untuk mencari besarnya PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan.
Catatan : Jika PKP < PNLN dicari sampai langkah ke dua.

E.     Pajak Penghasilan Pasal 25[6]
1.      Pengertian
Pajak Penghasilan (disingkat PPh) dikenakan terhadap Wajib Pajak dalam satu periode tertentu yang dinamakan tahun pajak. Berdasarkan hal ini, maka perhitungan dan penghitungan PPh dilakukan setahun sekali yang dituangkan dalam SPT Tahunan. Nah, karena penghitungan PPh dilakukan setahun sekali, maka penghitungan ini harus dilakukan setelah satu tahun tersebut berakhir agar semua data penghasilan dalam satu tahun sudah diketahui. Untuk perusahaan, tentu saja data penghasilan ini harus menunggu laporan keuangan selesai dibuat.
Ansuran pajak/ bulan = PPh terutang – kredit pajak /12

F.      Pajak Penghasilan Pasal 26[7]
1.      Pengertian
PPh pasal 26 mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber di Indonesia yang diterima  atau diperoleh WP luar negeri (baik orang pribadi maupun badan) selain BUT (Bentuk Usaha Tetap) di Indonesia.
2.      Tarif, Objek Pajak dan Sifat Pengenaanya
Dikelompokan menjadi 3 bagian yaitu :
a.       Sebesar 20% dari jumlah bruto penghasilan yang diterima/ diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri dan bersifat final atas penghasilan berupa;
1)      Deviden
2)      Bunga (premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan aminan pengembalian utang)
3)      Royalt, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
4)      Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan atau kegiatan.
5)      Hadiah dan penghargaan
6)      Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
7)      Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya
8)      Keuntungan dengan pembebasan utang.
b.      Sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto, dan bersifat final atas penghasilan atas;
1)      Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia kecuali yang diatur dalam pasal 4 ayat 2 yaitu penghasilan yang pengenaan pajaknya di atur dalam peraturan pemerintah seperti : bunga deposito dan tabungan lainnya, pengalihan harta berupa tanah atau bangunan, transaksi, saham dan sekuritas lainnya di bursa efek dan penghasilan tertentu lainnya.
2)      Premi asuransi dan premi reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuaransi luar negeri
c.       Sebesar 20% bersifat final dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia maka tidak dipotong PPh Pasal 26




G.    Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2[8]
1.      Pengertian
Pajak yang sifatnya pemungutan final. Yang dimaksud final disini yaitu pajak yang dipotong oleh pihak ketiga atau dibayar sendiri tidak dapat dikreditkan terhadap utang pajak pada akhir tahun penghitungan pajak penghasilan pada surat pemberitahuan tahunan. Contoh penghasilan yang dikenakan PPh final adalah bunga deposito, penjualan tanah dan banguanan, persewaan tanah fan banguanan, hadiah undian, bunga obligasi dan lain-lain.
2.      Perhitungan PPh Pasal 4 ayat 2
PPh terutang dihitung dengan menerapkan tarif tertentu (tarif tunggal) terhadap penghasilan bruto dan bersifat final. Adapun besarnya PPh terutang untuk masing-masing jenis penghasilan adalah sebeagai berikut :
a.       Bunga tabungan, deposito, sertifikat Bank Indonesia
PPh terutang = 20% x jumlah bruto
b.      Penghasilan saham di bursa efek
PPh terutang = 0,1% x penghasilan bruto
c.       Sewa tanah dan bangunan
PPh terutang = 10% x penghasilan bruto
d.      Pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan
PPh terutang = 5% x penghasilan bruto
e.       Penjualan saham perusahaan modal ventura
PPh terutang = 0,1% x penghasilan bruto
f.       Bunga/diskonto obligasi di Bursa Efe
PPh terutang = 20% x jumlah bruto atau selisih harga jual
g.      Hadiah undian
PPh terutang = 25% x penghasilan bruto/pasar
h.      Bunga simpanan koperasi kepada anggota lebih dari Rp 240.000 per bulan
PPh terutang = 10% x penghasilan bruto

H.    Contoh Perhitungan Pajak penghasilan
1.      Pasal 21
Pegawai tetap.
Contoh kasus :
Adi Kurniawan bekerja pada PT. DFT sebagai pegawai tetap sejak tanggal 1 september 2009. gaji sebulan adalah sebesar Rp 5.000.000 dan membayar iuran pensiun Rp 200.000. adi sudah menikah dan mempunyai 2 anak..
Perhitungan :
Gaji sebulan                                                                            = Rp 5.000.000
Pengurangan :
Biaya jabatan : 5% x Rp 5.000.000               = Rp   250.000
Iuran pensiun :                                               = Rp   200.000   +
Penghasilan neto sebulan                                                        = Rp 4.550.000
Penghasilan Neto Setahun (12 bulan) :
12 x Rp 4.550.000                                         = Rp 54.600.000
PTKP :
Dari WP                    Rp 15.840.000
Status Kawin             Rp   1.320.000   
Anak (2)                    Rp   2.640.000    +
= Rp 19.800.000 –
Penghasilan kena pajak setahun                                              = Rp  34.800.000

PPh Pasal 21 terutang                         = 5% x Rp 34.800.000            = Rp 1.740.000
PPh Pasal 21 sebulan               = Rp 1.740.000 : 12                = Rp 145.000

2.      Pasal 22
contoh kasus :
PT Pasaribu motors mengimpor barang dari korea. PT pasaribu motors adalah importir mobil yang telah memiliki angka pengenal impor. PT KIA mengimpor 50 unit mobil dengan harga faktur $10.000 per-unit. biaya asuransi dan biaya angkut yang berkaitan dengan impor mobil tersebut adalah masing-masing adalah 2% dan 3%. bea masuk yang dibayar oleh PT KIA Motors sebesar sebesar 5% dari CIF dan bea  masuk tambahan sebesar 20% dari CIF. Kurs pada saat itu ditetapkan oleh mentri keuangan sebesar $1= Rp 9.000. Berapa PPh yang harus dibayar?
Perhitungan
Harga faktur :                          50 x $10.000               = $ 500.000
Biaya asuransi (2%)                                                    = $   10.000
Biaya angkut (3%)                                                      = $   15.000   +
CIF                                                                                 $ 525.000
Bea masuk :                             5% x $525.000            = $   26.250
Bea masuk tambahan :            20% x $525.000          = $ 105.000   +
Nilai Impor                                                                     $ 656.250

Nilai impor dalam rupiah :
$ 656.250 x Rp 9000                         = Rp 5.906.250.000
PPh 22 yang harus dipungut (memiliki API) :
2,5% x Rp Rp 5.906.250.000            = Rp 147.656.250

3.      Pasar 23
Contoh kasus :
Pada tanggal 10 May 2010, PT. ABC, membagikan dividen masing-masing Rp 10,000,000 kepada 20 pemegang sahamnya. Atas dividen yang dibagikan,
PT. Sukses Gagalnya wajib memungut PPh Pasal 23.

Perhitungan :
PPh pasal 23 yang harus dipotong PT. ABC adalah :
Pungutan deviden                   15% x Rp 10.000.000             = Rp    150.000
20 x Rp 150.000                     = Rp 3.000.000

Saat terutang   : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Mei 2010
Saat Penyetoran : paling lambat 10 Juni 2010
Saat Pelaporan : paling lambat 20 Juni 2010

4.      Pasal 24
Contoh Kasus :
PT. Seventeen yang berlokasi di Jakarta, selama tahun 2009 memperoleh penghasilan baik dari usahanya dari dalam negeri ataupun beberapa cabangnya yang berada di luar negeri. Penghasilan Netto dari dalam negeri Rp 150.000.000.000 sedangkan usahanya di luar negeri, seperti Jepang memperoleh penghasilan Rp 300.000.000 dan di Korea memperoleh penghasilan Rp 400.000.000 sedangkan di China mengalami rugi Rp 100.000.000. Pajak yang telah dibayar diluar negeri sebesar 25% untuk Jepang, 30% untuk Korea dan 20% untuk China. Berapa PPh Pasal 24 yang diperkenankan untuk dikreditkan dengan pajak penghasilan yang harus dibayar di dalam negeri?
Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dapat dikreditkan di dalam negeri.
1)      Mencari Penghasilan Kena Pajak (PKP) :
Penghasilan Neto Dalan Negeri                                       = Rp 150.000.000
Penghasilan Neto Luar Negeri :
Jepang                                               = Rp 300.000.000
Korea                                                = Rp 400.000.000  +
Jumlah Penghasilan Neto Luar Negeri                             = Rp 700.000.000 +
Penghasilan Kena Pajak (PKP)                                        = Rp 850.000.000


2)      Mencari Pajak Penghasilan Terutang dari jumlah PKP Sebesar Rp 850.000.000 :
28% x Rp 850.000.000 = Rp 238.000.000

3)      Mencari Pajak Yang Telah Dibayar Atas Penghasilan Di Luar Negeri :
Jepang : 25% x 300.000.000 = Rp 75.000.000
Korea : 30% x 400.000.000 = Rp 120.000.000

4)      Mencari Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN) :
KPLN Jepang : 300.000.000 / 850.000.000 x 238.000.000 = Rp 84.000.000
KPLN Korea : 400.000.000 / 850.000.000 x 238.000.000 = Rp 112.000.000

5)      PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan di Indonesia atas penghasilan di Jepang sebesar : 
Rp 75.000.000 (Pilih yang terendah)
PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan di Indonesia atas penghasilan di Korea sebesar :
Rp 112.000.000 (Pilih yang terendah)

6)      Jumlah PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan di dalam negeri :
Rp 75.000.000 + Rp 112.000.000 = Rp 187.000.000

5.      Pasal 25
Ali adalah Pengusaha Warung Makan di Jogjakarta yang memiliki penjualan pada tahun 2010 sebesar Rp180.000.000. Ali statusnya kawin dan mempunyai 2 (dua) orang anak. Ali menyelenggarakan pencatatan untuk menghitung pajaknya. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 yang harus dibayar sebagai angsuran dalam tahun berjalan dihitung adalah :

Perhitungan :
Jumlah peredaran setahun                                                                   = Rp180.000.000
Presentase penghasilan norma (lihat daftar presentase norma)           = 20%

Penghasilan neto setahun = 20% x Rp 180.000.000                           = Rp 36.000.000
Penghasilan Kena Pajak = (Pengasilan neto setahun – PTKP)
Rp 36.000.000 – Rp 19.800.000              = Rp 16.200.000
PPh Pasal 25 terutang :                       5% x Rp 16.200.000               = Rp 810.000
PPh Pasal 25 sebulan:                         Rp 810.000 : 12                      = Rp 67.500
6.      Pasal 26
Contoh kasus :
Suatu perusahaan penyewaan gedung kantor, PT Cunha, mengasuransikan bangunan bertingkat ke perusahaan asuransi di luar negeri dengan membayar jumlah premi selama tahun 1995 sebesar Rp1 Miliar. 
Perkiraan penghasilan             =  50% x Rp1 Miliar               = Rp500.000.000
PPh Pasal 26                           =   20% x Rp500.000.000       = Rp100.000.000
(10% x Rp1 Miliar)

Jika PT Cunha mengasuransikan kepada perusahaan asuransi di dalam negeri, PT Handoko, dengan membayar jumlah premi yang sama sebesar Rp 1 Miliar, dan kemudian PT Handoko mereasuransikan sebagian polis asuransi tersebut kepada perusahaan asuransi luar negeri dengan membayar premi sebesar Rp 500 juta.

Perkiraan penghasilan neto                 = 10% x Rp500 juta                = Rp 50.000.000 
PPh Pasal 26 yang wajib dipotong oleh PT Handoko adalah
= 20% x Rp50 juta = Rp10.000.000 (2% x Rp500.000.000)

7.      Pasal 4 ayat 2
Tuan Amir memperoleh hadiah undian dari Bank berupa uang tunai sebesar 200.000.000 . Pihak Bank memotong PPh Pasal 4 (2) sebesar 25 %
Perhitungan :

PPh pasal 4 (2)                        Rp 200.000.000 x 25%                       = Rp 50.000.000
Uang yang diterima oleh Tuan Amir sebesar :
Rp 200.000.000 – Rp 50.000.000 = Rp 150.000.000



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
PPh adalah pasal yang mengatur pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang diterima dari pekerjaan  atau  jasa baik dalam hubungan kerja maupun dari pekerjaan bebas oleh WP perorangan dalam negeri.
PPh Pasal 21adalah salah satu jenis pelunasan PPh dalam tahun berjalan, melaui pemotongan oleh pihak ketiga sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh WP orang pribadi, pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorium, tunjangan, dan pembayaran lain (PMK No.252/PMK.03/2008).
Pajak Penghasilan Pasal 22 dibayar dalam tahun berjalan melalui pemungutan oleh pihak tertentu seperti Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah,yang berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.  dan pemungutan PPh Pasal 22 bersifat final dan tidak final.
PPh pasal 23 membahas tentang penghasilan yang diperoleh dari penggunaan harta atau modal (deviden, bunga, royalti, hadiah penghargaan, sewa, dan jasa).
PPh pasal 24 membahas tentang penghasilan yang berasal dari luar negeri. 
Pada prinsinya dalam PPh pasal 24 adalah mencari besarnya pajak yang bisa dikreditkan dengan jalan membandingkan antara pajak yang dipungut di luar negeri dengan batas maksimum kredit pajak dipilih yang terkecil.
PPh Pasal 25 yang dikenakan terhadap Wajib Pajak dalam satu periode tertentu yang dinamakan tahun pajak. penghitungan ini harus dilakukan setelah satu tahun tersebut berakhir agar semua data penghasilan dalam satu tahun sudah diketahui.
PPh pasal 26 mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber di Indonesia yang diterima  atau diperoleh WP luar negeri (baik orang pribadi maupun badan) selain BUT (Bentuk Usaha Tetap) di Indonesia.
PPh Pasal 4 (2) merupakan Pajak yang sifatnya pemungutan final. Yang dimaksud final disini yaitu pajak yang dipotong oleh pihak ketiga atau dibayar sendiri tidak dapat dikreditkan terhadap utang pajak pada akhir tahun penghitungan pajak penghasilan pada surat pemberitahuan tahunan. Contoh : Bunga deposito



[1] http://pasal%20pajak/Usman'%20Blog%20%20Pajak%20Penghasilan%20Pasal%2021,22,23,24,25.html
[2] Diana,Anastasya dan Lilis Setiawati, Perpajakan Indonesia,  (Jogjakarta: C.V ANDI OFFSET,2009), h.409
[3] Ibid., h.465
[4] [4] Ibid., h.475
[5] [5] Ibid., h.485
[6] http://pasal%20pajak/PPh%20pasal%2021,%2022,%2023,%2024,%2025,%20dan%2026.htm
[7]  Diana,Anastasya dan Lilis Setiawati, op.cid h.501
[8] ibid

No comments:

Post a Comment