Wednesday, November 7, 2018

PARADIGMA BARU PASAR MODAL SYARIAH TENTANG SUKUK


MAKALAH
PARADIGMA BARU PASAR MODAL SYARIAH
Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pasar Modal Syariah




Disusun Oleh:
               1.      Nurida Safriyani (1704100266)
               2.      Yunita Mas Arlina (1704100268)




Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Jurusan S-1 Perbankan Syariah

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI METRO
TAHUN 2018


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Konsep keuangan dunia berbasis syariah Islam dewasa ini mengalami perkembangan yang cukup pesat. Salah satunya dengan peranan instrumen investasi berupa sukuk atau yang dikenal pula dengan obligasi syariah. Perkembangan produk sukuk bermula terjadi di negara-negara Timur Tengah, Asia Tenggara, hingga kini meluas ke berbagai negara Eropa dan Asia lainnya.
Sukuk merupakan salah satu instrumen investasi yang memberikan peluang bagi investor muslim dan non-muslim untuk berinvestasi di Indonesia. Sehingga, sukuk dapat dimanfaatkan untuk membangun perekonomian bangsa dan menciptakan kesejahteraan masyarakat. Fakta selama ini menunjukkan bahwa pasar sangat respontif terhadap penerbitan sukuk. Penerbitan sukuk di Indonesia mendapat respon yang baik dari masyarakat. Hampir semua sukuk yang diterbitkan, diserap habis oleh pasar, bahkan pada beberapa kasus menimbulkan kelebihan permintaan.

Sukuk di Indonesia, pertama kali diterbitkan oleh PT Indonesian Satellite Corporation (Indosat) pada bulan September tahun 2002 dengan nilai Rp. 175 miliar. Langkah Indosat tersebut diikuti perusahaan-perusahaan besar lainnya. Nilai penerbitan sukuk korporasi hingga akhir 2008 mencapai 4,76 triliun. Sedangkan struktur sukuk yang digunakan pada periode 2002-2004 lebih didominasi oleh mudharabah sebesar Rp. 740 miliar (88%), sisanya ijarah sebesar Rp. 100 miliar (12%).[1]
Adapun periode 2004-2007 didominasi oleh ijarah sebesar Rp. 2,194 triliun (92%), sisanya mudharabah sebesar Rp. 200 miliar (8%). Saat ini, pangsa pasar sukuk memang belum besar. Menurut catatan PT Danareksa Sekuritas, outstanding sukuk baru tiga persen dari total pasar sukuk di Indonesia, sebanyak 97 persen lainnya masih dikuasai obligasi konvensional. Dengan adanya sukuk, mereka memiliki alternatif investasi yang relatif aman dan returnya cukup menggiurkan. Sebut saja misalnya sukuk Indosat, returnnya saat ini sebesar 16 persen. Bahkan, pada periode awal, return sukuk Indosat mencapai 17,82 persen. Setelah disahkannya UU SBSN tahun 2008, pemerintah menerbitkan sukuk sebesar Rp. 15 triliun.[2]
Meskipun demikian, penerbitan Sukuk bukan berarti tidak menghadapi permasalahan dan kendala. Di Indonesia pangsa pasar sukuk belum begitu besar, ini menandakan bahwa masih ada permasalahan dan kendala pada penerbitan sukuk di Indonesia.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1.      Bagaimana Permasalahan Sukuk di Indonesia?
2.      Apa saja Kendala atau Hambatan Sukuk?
3.      Bagaimana Solusi dan Strategi yang Ideal?
C.    Tujuan
Makalah ini bertujuan agar mahasiswa dapat mengerti dan memahami:
1.      Permasalahan Sukuk di Indonesia,
2.      Kendala atau Hambatan Sukuk,
3.      Solusi dan Strategi yang Ideal.






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Permasalahan Sukuk di Indonesia
Penerbitan sukuk dilaksanakan sebagai bagian dari pembiayaan defisit anggaran dalam APBN tahun 2008. Pemerintah mendahulukan penerbitan sukuk di dalam negeri, setelah itu baru ke pasar internasional. Penerbitan sukuk perdana telah dilaksanakan di dalam dan luar negeri. Besarnya sukuk sesuai dengan underlying aset yang dimiliki pemerintah senilai Rp. 15 triliun. Pemerintah menggunakan jaminan berupa aset milik negara, seperti tanah dan bangunan. Keberadaan sukuk (surat utang berbasis syari’ah) dapat memperkuat kondisi ekonomi Indonesia dan menahan buble ekonomi karena akan memperbanyak portfolio mata uang asing selain dolar. Sukuk merupakan instrumen yang tepat untuk menyasar para investor Timur Tengah dengan memberikan alternatif pembiayaan sesuai syari’at Islam. Saatnya Indonesia melakukan porfolio tidak hanya pada dolar saja, tetapi juga pada mata uang yang lain. Ini akan menambah porfolio mata uang asing di luar dolar.[3]
Saat ini, pangsa pasar sukuk memang belum besar. Menurut catatan PT Danareksa Sekuritas, outstanding sukuk baru tiga persen dari total pasar sukuk di Indonesia, sebanyak 97 persen lainnya masih dikuasai obligasi konvensional. Dengan adanya sukuk, mereka memiliki alternatif investasi yang relatif aman dan returnya cukup menggiurkan. Sebut saja misalnya sukuk Indosat, returnnya saat ini sebesar 16 persen. Bahkan, pada periode awal, return sukuk Indosat mencapai 17,82 persen Setelah disahkannya UU SBSN tahun 2008, pemerintah menerbitkan sukuk sebesar Rp 15 triliun. 29 Penerbitan sukukini dilaksanakan sebagai bagian dari pembiayaan defisit anggaran dalam APBN tahun 2008. Penerbitan sukuk perdana ini telah dilaksanakan di dalam dan luar negeri. Besarnya sukuk sesuai dengan underlying aset yang dimiliki pemerintah senilai Rp 15 triliun.[4] Namun, para investor masih banyak yang memilik untuk membeli obligasi konvensional.
Masalah sukuk yang kita hadapi sekarang ini adalah, tidak ada standarisasi fatwa mengenai struktur produk-produk instrumen syariah dari masing-masing negara dan AAOIFI standard belum digunakan sebagai acuan oleh semua negara yang penduduknya mayoritas Muslim. Hal ini berdampak terhadap keengganan satu negara, untuk berinvestasi melalui sukuk di negara lain, seperti keengganan beberapa negara di Timur Tengah untuk melakukan investasi melalui sukuk di Malaysia, dengan alasan ada beberapa sukuk di Malaysia yang masih menggunakan akad ba’i al-‘Înah yang menurut pandangan mereka tidak diperbolehkan dalam sistem investasi syariah, hal ini terjadi juga di Indonesia yang mana ada beberapa emiten yang masih menggunakan akad ba’i al-‘Înah, sehingga investor-investor asing khususnya dari kawasan Timur Tengah enggan untuk berinvestasi dalam bentuk sukuk di Indonesia.[5]
Masalah yang lain adalah, manajemen risiko atau pengelolaan risiko, seperti adanya risiko operasional dan risiko ketidakpatuhan pada prinsip syari’ah atau shariah compliance risk. Begitu juga perbedaan pada proses tehnik dan konsep penyaringan (stock screening) instrumen investasi syari’ah yang berbeda di setiap negara, sehingga menyulitkan untuk menyatukan visi dan misi untuk suatu produk instrumen investasi syari’ah agar dapat di terima di semua negara.[6]
Bukan hanya itu saja yang menjadi tantangan dan permasalahan sukuk, masih kurangnya pemahaman masyarakat akan keberadaan sukuk, merupakan permasalahan klasik yang bukan hanya terjadi pada sukuk saja, akan tetapi terjadi juga pada instrumen-instrumen investasi lainnya seperti saham syari’ah, reksadana syariah, asuransi syariah, pegadaian syari’ah dan lain sebagainya, terutama sistem bagi hasil yang hanya dikenal oleh kalangan pemodal saja. Ketidakpahaman masyarakat terutama investor terhadap sukuk syari’ah, menimbulkan kecendrungan masyarakat (investor) dalam berinvestasi masih berorientasi pada keuntungan (return) yang ditawarkan, sehingga mereka sering membandingkan dengan keuntungan yang ditawarkan obligasi konvensional, atau instrumen lainnya yang lebih menguntungkan. Hal ini diperparah dengan adanya ketidakjelasan dalam aspek operasional, belum ada standar baku untuk operasional dan ketentuan akuntansinya, hal ini tentu menyebabkan kegamangan praktisi untuk mendukung pengembangan instrumen yang relatif baru ini. [7]
Menurut Ibrahim, permasalahan yang menyebabkan lambatnya perkembangan sukuk di Indonesia adalah:
1.      Sebagian besar sukuk mempunyai tenor atau jangka waktu investasi pendek. Padahal investor seperti dana pensiun dan takaful membutuhkan instrument dengan investasi jangka panjang. Selain itu, ragam metode sukuk yang ditawarkan masih sedikit.
2.      Bagi fund manager, investor maupun analis sukuk saat ini adalah belum adanya valuasi yang standard dan umum untuk menghitung dan memprediksi sukuk koorporasi, sehingga sulit untuk menganalisis terutama obligasi dengan skim mudharabah. Hal ini berbeda dengan obligasi konvensional yang amat berkaitan erat dengan perhitungan dan memprediksi dengan volatilitas suku bunga. Pada obligasi konvensional dalam teori sederhana, kenaikan suku bunga berakibat penurunan harga obligasi di pasaran dan sebaliknya. Sedangkan di syari’ah belum ada benchmarking yang baku dalam penentuan harga di pasar sekunder. Salah satu hal penting dalam proses valuasi sukuk adalah perlu adanya pemisahan antara harga wajar dengan distorsi harga yang terjadi di pasar sekunder. Hal ini penting jangan sampai terjadi rekayasa pasar dalam supply dan rekayasa dalam demand dalam pembentukan harga obligasi di pasar sekunder. Dengan adanya valuasi yang standar ini diharapkan akan membantu memudahkan investor dalam memilih sukuk yang layak untuk dimasukkan dalam portfolio investasi.
3.      Permasalahan ketiga adalah buruknya iklim investasi di Indonesia yang disebabkan beberapa hal:
a.       Pemborosan atau inefisiensi dalam pengeluaran pemerintah yang berupa penyediaan barang-barang dan jasa kebutuhan pokok bagi dunia usaha yang tidak disediakan oleh pasar, termasuk infrastruktur dasar.
b.      Beban yang harus ditanggung oleh pelaku bisnis karena regulasi pemerintah, dalam hal pemenuhan administrasi berkaitan dengan perizinan, pelaporan, dan sebagainya. Tingkat efisiensi birokrasi di Indonesia sangat rendah merupakan salah satu sumber distorsi iklim investas
c.       Buruknya kondisi infrasruktur di Indonesia, tidak hanya terbatas pada kuantitas yang terbatas tetapi juga dalam hal kualitas infrasruktur yang sudah ada. Aspek ini sangat menghambat kelancaran produksi dan perdagangan di dalam negeri maupun kegiatan ekspor impor. Buruknya kondisi infrasruktur merupakan yang terburuk di Asean.[8]
Sejumlah tantangan yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia dan perusahaan yang akan menerbitkan sukuk antara lain:
1.      Sukuk merupakan sertifikat pembiayaan yang didasarkan atas jaminan aset riil besarnya nilai sukuk didasarkan atas aset yang marketable di pasar keuangan global. Semakin banyak aset yang sesuai dengan standar yang ditentukan semakin besar bagi negara untuk mendapatkan pembiayaan dari investor internasional. Ini menunjukkan bahwa besarnya dana yang diperoleh di dasarkan besar aset yang kita miliki.
2.      Investor yang berasal dari Teluk lebih mengedepankan shariah complain untuk membeli sukuk. Namun sukuk juga diminati oleh investor di luar negara Muslim karena sukuk memenuhi standard sebagai produk yang mengakomodasi kebutuhan investor yang sesuai dengan nilai-nilai yang diterima secara umum, seperti underlying asset selain dilarang berkaitan dengan minuman keras, tempat hiburan, prosuk masal senjata tajam, kerusakan lingkungan dan lain sebagainya. Oleh karenanya tidak semua aset negara bisa masuk menjadi underlying asset untuk menjamin keberadaan sukuk sebelum melewati shariah screening. Hal ini memberi peluang bagi sukuk untuk diterima oleh investor non muslim membeli sukuk di negara Muslim atau negara non muslim menjual sukuk kepada investor dari negara Muslim.
3.      Beban pengeluaran yang tinggi menyebabkan pendapatan negara tidak mampu mencukupi belanja negara yang akhirnya defisit anggaran negara bertambah dari tahun ke tahun. Keberadaan sukuk bukan saja sebagai alternatif pembiayaan pembangunan, tetapi juga akan mengurangi ketergantungan dari pembiayaan luar negeri yang berbentuk utang. [9]
B.     Kendala / Hambatan Sukuk
Masalah-masalah yang berkaitan dengan sukuk yang memberikan pengaruh jangka panjang terhadap integritas system keuangan Islam adalah:
1.      Tingkat Return yang Dipastikan pada Sukuk
Tingkat return pada sebagian besar sukuk secara pasti disetujui diawal bahkan tanpa provisi tertentu untuk jaminan pihak ketiga. Beberapa sukuk yang diterbitkan menjadi sasaran kritikan tajam disebabkan karena  keterlibatan dari bay’ al-‘inah, bay’ al dayn, dan sifat-sifat landasan nonsyariah yang membuat sukuk dengan obligasi berdasarkan bunga.
Bay’ al-‘inah merupakan penjualan dua kali dimana peminjam dan orang yang meminjamkan menjual dan kemudian menjual kembali suatu objek di antara mereka, sekali untuk tujuan memperoleh uang tunai dan sekali lagi untuk tujuan harga yang lebih tinggi berdasarkan kredit, dengan hasil bersih dari suatu pinjaman dengan bunga. Telah diketahui hal ini merupakan cara yang sah untuk menghindari larangan riba.
Ijarah memiliki fleksibilitas yang luas dan potensi yang besar untuk penerbitan sukuk, tetapi beberapa cirri dari penerbitan sukuk ijarah atau pengaturan yang terlibat dalam proses, menunjuk pada masalah-masalah syariah yang berbeda. Menurut aturan syariah, pemegang sukuk secara bersama memiliki risiko terhadap harga asett dan biaya-biaya yang terkait dengan kepemilikan dan bagian dari uang sewanya dengan melakukan sewa pada pengguna tertentu. Sebagaimana yang telah didiskusikan sebelumnya, dikarenakan kemungkinan adanya pengeluaran tak terduga yang berhubungan dengan kepemilikan asset leasing dan kemungkinan pembatalan, return dapat berupa Quasi-fixed dan nonabsolutely fixed atau tidak dimodifikasi jika ditetpakan dengan pencontohan tertentu. Walaupun demikian, return pada sebagian besar sukuk adalah absolutely fixed atau tidak dimodifikasi.
Aspek ini mengandung risiko pelaksanaan nonsyariah yang sistematik, dimana hal ini menghapuskan system keuangan Islam yang sangat mendasardan bertentangan dengan aspirasi para investor yang berdasarkan pada keyakinan mereka.
2.      Bay’ al-Dayn
Perdagangan pasar sekunder untuk sekuritas Islam dimungkinkan melalui bay’ al-dayn sebagaimana berbagai kasus di Malaysia yang didasarkan pada sukuk. Akan tetapi, jumhur ulama-ulama tidak menerima keadaan ini karena utang yang diwakili oleh sukuk didukung oleh asset-aset utama. Ahli-ahli hokum muslim tradisonal dengan suara bulat menyatakan bahwa bay’ al-dayn dengan diskon tidak diperbolehkan dalam syariah. Mayoritas kuat dari pakar syariah kontemporer juga memiliki pendapat yang sama. Bagaimanapun beberapa saudara dari Malaysia memperbolehkan penjualan semacam ini. Merekasecara normal merujuk pada ketentuan dari mahzab syafe’I, tetapi mereka tidak mempertimbangkan fakta bahwa para ahli hokum mahzab Syafe’I memperbolehkan hal tersebut dzlam keadaan di mana suatu utang dijual pada nilai nominalnya yang tercantum.
3.      Metodologi Jual dan Sewa Kembali
Berlawanan dengan konsep bay’ al-dayn yang dilarang para ahli prinsip-prinsip syariah memperbolehkan penggunaan ‘jual dan sewa kembali”. Hal ini dikarenakan fleksibilitas dalam kontrak ijarah sebagaimana yang telah didiskusikan sebelumnya.  Suatu asset dapat dibeli dari satu pihak dan kemudian diserahkan pada pihak tersebut. Dalam kasus ini, kont4rak ijarah seeharusnya tidak diputuskan kecuali dan sampai lembaga keuangan telah memiliki asset tersebut. Untuk itu, teknik jual dan sewa kembali tidak menimbulkan masalah syariah.
Aset-aset yang disewakan dengan teknik ini dapat di jual lagi pada pemilik pertama. Walaupun demikian pakar syariah menyarankan bahwa dalam kasus ini klien sebaiknya membeli kembali asset paling tidak satu tahun setelah penjualan. Hal ini untuk menjamin bahwa teknik ini tidak digunakan sebagai “back-door tointeres”.
4.      Penguasaan Sukuk Ijarah
Seluruh penguasaan sukuk ijarah yang diterbitkan sejauh ini melakukan penjaminan dan pencontohan dengan fixed rate tanpa keterlibatan jaminan pihak ketiga atau provisi untuk orang yang menyewakan untuk memiliki liability asset. Analisis yang mengarah pada gambaran tersebut, menunjukan bahwa sejumlah persyaratan syariah tidak diperhatikan oleh SPV, pihak penerbit atau pihak pengatur.
Sebagai contoh, pada kasus penguasaan sukuk ijarah yang diterbitkan akhir-akhir ini oleh SPV keseluriuhan dimiliki oleh penguasa itu sendiri, penguasa telah menjual property kepada SPV dengan perjanjian di muka yang akan mengembalikan hak kepemilikan setelah periode sewa. (hal ini diperbolehkan, sebagaimana telah didiskusikan sebelumnya), penguasa akan membayar sewa tahunan secara tetap, yang ekuivalen dengan di atas 6 LIBOR dan menembus pinjaman poko dari sukuk kepada pemegang obligasi setelah tahun. Pembayaran uang sewa telah dijaminkan pada kontraknya dalam bentuk kewajiban perjanjian kontrak dari penguasa untuk membayar sewa. Pinjaman pokok juga dijamin sebagaimana saat kontrak jaminan penguasa untuk membeli kembali asset setelah periode sewa pada harga sebelumnya.
5.      Sukuk untuk Pembiayaan Sektor Publik yang defisit
Teknik yang perlu mendapat perhatian yang berkaitan dengan hal ini adalah bahwa sebagian besar sukuk yang diterbitkan untuk pembiayaan defisit adalah tidak berdasarkan pada struktur keuangan islam yang terbaik. Sukuk salam di Bahrain dan beberapa sertifikat yang berhubungan dengan shirakah di sudan di luar pengecualian. Sukuk ijarah yang diperkenalkan akhir-akhir ini memerlukan beberapa pemurnian. Tidak diragukan lagi bahwa pengembangan instrument berlandaskan syariah untuk pembiayaan defisit anggaran pemerintahan merupakan tugas yang sulit. Akan tetapi, bentuk ijarah, salam, istisna’, jika distruktur dengan tepat, memiliki kemungkinan untuk digunakan sebagai alternatife dari pembiayaan defisit berdasarkan bunga. [10]
Patut diperhatikan bahwa tindakan memonitor biaya tidak dihilangkan secara keseluruhan  dalam sukuk. Ada masalah protensial kesalahan pemilihan dalam kontrak semacam ini. Para pemimpin bisa saja berusaha membesar-besarkan kompetensi, kemampuan, atau kemauan untuk membujuk investor atau untuk mendapatkan kontrak/akad  yang menguntungkan mereka.
C.    Solusi dan Strategi yang Ideal
Untuk menjawab tantangan itu ada beberapa inisiatif strategis yang perlu segera dijalankan dalam upaya mengoptimalkan peluang pengembangan instrumen sukuk ini antara lain:
1.      Melakukan sosialisasi dalam rangka memberikan pemahaman kepada masyarakat luas tentang keberadaan sukuk dengan melibatkan banyak pihak seperti praktisi, pengamat, akademisi, dan ulama di bidang ekonomi Islam. [11]
2.      Melakukan upaya strategis dalam rangka menarik minat investor, terutama yang masih bersikap pragmatis, yaitu mereka yang mempunyai orientasi keuntungan semata. Selama ini sukuk hanya dianggap sebagai “the second best choise”, dengan mempertimbangkan lebih dahulu pilihan-pilihan yang lain.[12]
3.      Meningkatkan kinerja sukuk agar tidak kalah dengan obligasi konvensional.[13]
4.      Mengantisipasi berbagai risiko yang dapat ditimbulkan akibat dari skim sukuk sebagai sebuah investment tools yang relatif baru. Dengan menerapkan prinsip manajemen risiko terutama dalam kerangka utang serta memberikan strategi swap suku bunga, maupun nilai tukar dapat digunakan sebagai solusi untuk dapat diterapkan dalam manajemen risiko sukuk.[14]
5.      Kemauan dan keberanian kebijakan yang lebih mendukung pengembangan instrumen ini. Disamping itu yang mendesak adalah bagaimana melengkapi regulasi untuk memberi kepastian hukum.[15]
6.      Pemerintah perlu segera mendorong terbentuknya lembaga SPV milik negara sebagai lembaga pengelola aset yang dapat digunakan sebagai media penerbitan sukuk.[16]
7.      Pemerintah dapat pula memberikan peluang kepada BUMN untuk dapat menawarkan investasi secara langsung baik melalui penerbitan sukuk maupun project financing secara syariah atas proyek-proyek infrastruktur yang direncanakan.[17]
8.      Dalam hal aspek perpajakan dibutuhkan kebijakan yang jelas dan mendukung, juga insentif yang memadai. Securities Commision Malaysia misalnya, memberikan insentif pajak yang menarik untuk penerbitan obligasi syari’ah. Dimana, biaya yang dikeluarkan terkait emisi obligasi syari’ah menjadi pengurang pajak. Begitu juga dengan pendapatan dari obligasi syari’ah bebas pajak. Belum lagi pembayaran zakat untuk obligasi syari’ah juga dihitung sebagai pengurang pajak. Hal ini menjadikan sukuk Malaysia sangat diminati investor internasional.[18]
9.      Pemerintah juga harus memperbaiki dan melengkapi infrastruktur dasar yang memang menjadi tanggung jawabnya seperti pembangunan jalan, jembatan, waduk, dan sebagainya yang memang tidak menarik bagi
investor institusi. Selain itu juga harus tetap gencar melakukan efisien dengan memotong birokrasi, dan tetap gencar untuk melakukan pembersihan terhadap kasus penyuapan yang menyebabkan biaya tinggi.[19]
Menurut analisis SWOT setidaknya ada empat alternatif dan solusi yang dapat ditawarkan dalam perkembangan sukuk di Indonesia:
1.      Strategi Strengths Opportunities
a.       Sesama stakeholder yang selama ini menggagas ekonomi Islam khususnya pada aspek lembaga keuangan dapat kembali mempererat kerjasama. Terlebih lagi kerjasama tersebut terjadi antara negara-negara muslim yang mana arus keluar masuk modal dapat dikatakan cukup besar.
b.      Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap apa yang ditawarkan oleh ekonomi Islam, maka sudah seharusnya regulator dalam hal ini pemerintah dan lembaga-lembaga terkait harus terus mempertahankan prinsip-prinsip syariah.[20]
2.      Strategi Weaknesses – Opportunities
a.       Keberlangsungan sukuk pada pasar modal syariah Indonesia harus memiliki komitmen dari regulator dalam mendukung perkembangan sukuk di Indonesia, sehingga infrasruktur dapat tercukupi dengan baik.
b.      Dalam rangka menyediakan SDI (Sumber Daya Insani) yang memliki kemampuan dan daya saing yang baik dengan Sumber Daya Manusia (SDM) konvensional harus intensif diadakannya pelatihan-pelatihan yang memberikan pengetahuan rill terkait dengan pasar modal syariah khususnya sukuk.[21]
3.      Strategi Strengths – Threats
a.       Pemerintah dan stakeholder lainnya harus memberikan perlindungan terhadap regulasi yang baik pada penerapan sukuk di lapangan.
b.      Begitu juga dengan adanya kerjasama yang baik, antar lembaga dan antar Negara baik muslim ataupun nonmuslim, hal ini dapat memberikan spirit positif dalam perkembangan sukuk di Indonesia.
c.       Dalam rangka menghilangkan keraguan investor terkait tingkat keamanan modal dan tingkat kepatuhan syariah sukuk, maka sukuk harus benar-benar diterapkan sesuai dengan prinsip-prinsip yang diperbolehkan dalam Islam.[22]
4.      Strategi Weaknesses – Threats
Sesama stakeholder yang selama ini menggagas ekonomi Islam khususnya pada aspek lembaga keuangan dapat kembali mempererat kerjasama. Terlebih lagi kerjasama tersebut terjadi antara negara-negara muslim yang mana arus keluar masuk modal dapat dikatakan cukup besar. [23]
Dalam rangka menyediakan SDI (Sumber Daya Insani) yang memliki kemampuan dan daya saing yang baik dengan Sumber Daya Manusia (SDM) konvensional, harus intensif diadakannya pelatihan-pelatihan yang memberikan pengetahuan rill terkait dengan pasar modal syariah khususnya sukuk.




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Sukuk adalah instrumen keuangan syariah yang mempunyai ciri khas dan karakteristik yang berbeda dibandingkan produk lain. Mengembangkan sukuk agar kompatibel dengan pasar modal modern tanpa menanggalkan aspek kepatuhan syariah menjadi sebuah tantangan tersendiri. Kebijakan pemerintah dalam pengembangan sukuk mengikuti pola kebijakan pengembangan ekonomi syariah secara umum. Sehingga mengembangkan pasar menjadi faktor kunci dalam menumbuhkan pasar sukuk di Indonesia.
Masalah dalam pengembangan sukukdi Indonesia lebih didominasi aspek pelaku pasar dan regulasi. Minimnya pemahaman pelaku pasar modal dan keterbatasan SDM membuat pasar sukuk lambat bergerak disamping ketidakpastian pajak membuat perusahaan ragu untuk menerbitkan sukuk. Aspek operasional, aspek produk juga menjadi tantangan bagi pemerintah untuk segera menyelesaikannya agar sukuk di Indonesia dapat lebih berkembang lagi.
Solusi strategis yang dapat digunakan pemerintaha dalah berkaitan dengan aspek regulasi, infrastruktur investasi, kebijakan, institusi SPV, kerjasama antara praktisi dan akademisi dalam membentuk pedoman valuasi sukuk merupakan upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengatasi tantangan dalam pengembangan sukuk di Indonesia.
B.     Saran
1.      Pemerintah harus lebih perhatian lagi terhadap sukuk di Indonesia.
2.      Masyarakat khususnya mahasiswa juga perlu lebih banyak belajar tentang investasi, agar dapat berinvestasi di negara sendiri.





DAFTAR PUSTAKA

Dede Abdul Fatah, Perkembangan Obligasi Syari’ah (Sukuk) di Indonesia: Analisis Peluang dan Tantangan, diunduh tanggal 9 September 2017.
Desi Trisnawati, Sukuk Sebagai Alternatif Investasi Syariah di Indonesia, diunduh tanggal 10 September 2017
Eja Armaz Hardi, Analisis Peluang dan Ancaman Produk Pasar Modal Studi Kasus Sukuk di Indonesia, Kontekstualita, Vol.30 No.2 2015, diunduh tanggal 10 September 2017.
Huda, Nurul & Mustafa Edwin Nasution. Investasi Pasar Modal Syariah. Jakarta: Kencana, 2008.
Sudarsono, Heri. Bank & Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Ekonisia, 2013.



[1] Dede Abdul Fatah, Perkembangan Obligasi Syari’ah (Sukuk) di Indonesia: Analisis Peluang dan Tantangan, Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011, diunduh tanggal 9 September 2017
[2] Ibid.,
[3] Dede Abdul Fatah, Perkembangan Obligasi, h.293
[4] Eja Armaz Hardi, Analisis Peluang dan Ancaman Produk Pasar Modal Studi Kasus Sukuk di Indonesia, Kontekstualita, Vol.30 No.2 2015, diunduh tanggal 10 September 2017, h.175
[5] Dede Abdul Fatah, Perkembangan Obligasi, Op.Cit., h.294
[6] Ibid., h.295
[7] Ibid., h.295
[8] Desi Trisnawati, Sukuk Sebagai Alternatif Investasi Syariah di Indonesia, diunduh tanggal 10 September 2017
[9] Heri Sudarsono, Bank & Lembaga Keuangan Syariah,  h.325
[10] Nurul Huda & Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pasar Modal Syariah, h. 149-154
[11] Dede Abdul Fatah, Perkembangan Obligasi, Op.Cit., h.297
[12] Ibid.,
[13] Ibid.,
[14] Ibid.,
[15] Desi Trisnawati, Sukuk Sebagai, Op.Cit., h.70
[16] Ibid.,
[17] Dede Abdul Fatah, Perkembangan Obligasi, h.297
[18] Ibid., h.298
[19] Desi Trisnawati, Sukuk Sebagai, Op.Cit., h.71
[20] Eja Armaz Hardi, Analisis Peluang dan Ancaman Produk Pasar Modal Studi Kasus Sukuk di Indonesia, Kontekstualita, Vol.30 No.2 2015, diunduh tanggal 10 September 2017
[21] Ibid.,
[22] Ibid.,
[23] Ibid.,

No comments:

Post a Comment