MAKALAH
PARADIGMA BARU PASAR MODAL SYARIAH
Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pasar
Modal Syariah
Disusun Oleh:
1.
Nurida
Safriyani (1704100266)
2.
Yunita
Mas Arlina (1704100268)
Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Islam
Jurusan S-1
Perbankan Syariah
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI METRO
TAHUN 2018
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Konsep keuangan dunia berbasis syariah Islam dewasa ini mengalami perkembangan
yang cukup pesat. Salah satunya dengan peranan instrumen investasi berupa sukuk
atau yang dikenal pula dengan obligasi syariah. Perkembangan produk sukuk
bermula terjadi di negara-negara Timur Tengah, Asia Tenggara, hingga kini meluas
ke berbagai negara Eropa dan Asia lainnya.
Sukuk merupakan salah satu
instrumen investasi yang memberikan peluang bagi investor muslim dan non-muslim untuk berinvestasi di Indonesia. Sehingga, sukuk dapat dimanfaatkan untuk membangun perekonomian bangsa dan menciptakan kesejahteraan masyarakat. Fakta selama ini menunjukkan bahwa pasar sangat respontif terhadap penerbitan sukuk.
Penerbitan
sukuk di Indonesia mendapat respon yang baik dari masyarakat. Hampir semua sukuk yang diterbitkan, diserap habis oleh pasar, bahkan pada beberapa kasus menimbulkan kelebihan permintaan.
Sukuk di Indonesia, pertama kali
diterbitkan oleh PT Indonesian Satellite Corporation (Indosat) pada bulan
September tahun 2002 dengan nilai Rp. 175 miliar. Langkah Indosat tersebut
diikuti perusahaan-perusahaan besar lainnya. Nilai penerbitan sukuk korporasi
hingga akhir 2008 mencapai 4,76 triliun. Sedangkan struktur sukuk yang digunakan pada periode 2002-2004
lebih didominasi oleh mudharabah sebesar Rp. 740 miliar (88%), sisanya ijarah
sebesar Rp. 100 miliar (12%).[1]
Adapun periode 2004-2007 didominasi oleh ijarah sebesar Rp. 2,194
triliun (92%), sisanya mudharabah sebesar Rp. 200 miliar (8%). Saat ini,
pangsa pasar sukuk memang belum besar. Menurut catatan PT Danareksa
Sekuritas, outstanding sukuk baru tiga persen dari total pasar sukuk di
Indonesia, sebanyak 97 persen lainnya masih dikuasai obligasi konvensional.
Dengan adanya sukuk, mereka memiliki alternatif investasi yang relatif
aman dan returnya cukup menggiurkan. Sebut saja misalnya sukuk Indosat,
returnnya saat ini sebesar 16 persen. Bahkan, pada periode awal, return sukuk
Indosat mencapai 17,82 persen. Setelah disahkannya UU SBSN tahun 2008,
pemerintah menerbitkan sukuk sebesar Rp. 15 triliun.[2]
Meskipun demikian, penerbitan Sukuk
bukan berarti tidak menghadapi permasalahan dan kendala. Di Indonesia
pangsa pasar sukuk belum begitu
besar, ini menandakan bahwa masih ada permasalahan dan kendala pada penerbitan sukuk di Indonesia.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah
ini yaitu:
1.
Bagaimana Permasalahan Sukuk di Indonesia?
2.
Apa saja Kendala atau Hambatan Sukuk?
3.
Bagaimana Solusi dan Strategi yang Ideal?
C.
Tujuan
Makalah ini bertujuan agar mahasiswa dapat mengerti dan memahami:
1.
Permasalahan Sukuk di Indonesia,
2.
Kendala atau Hambatan Sukuk,
3.
Solusi dan Strategi yang Ideal.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Permasalahan Sukuk di Indonesia
Penerbitan sukuk dilaksanakan sebagai bagian dari
pembiayaan defisit anggaran dalam APBN tahun 2008. Pemerintah mendahulukan
penerbitan sukuk di dalam negeri, setelah itu baru ke pasar
internasional. Penerbitan sukuk perdana telah dilaksanakan di dalam dan luar
negeri. Besarnya sukuk sesuai dengan underlying aset yang
dimiliki pemerintah senilai Rp. 15 triliun. Pemerintah menggunakan jaminan berupa
aset milik negara, seperti tanah dan bangunan. Keberadaan sukuk (surat
utang berbasis syari’ah) dapat memperkuat kondisi ekonomi Indonesia dan menahan
buble ekonomi karena akan memperbanyak portfolio mata uang asing selain
dolar. Sukuk merupakan instrumen yang tepat untuk menyasar para investor
Timur Tengah dengan memberikan alternatif pembiayaan sesuai syari’at Islam. Saatnya
Indonesia melakukan porfolio tidak hanya pada dolar saja, tetapi juga pada mata
uang yang lain. Ini akan menambah porfolio mata uang asing di luar dolar.[3]
Saat
ini, pangsa pasar sukuk memang belum besar. Menurut catatan PT Danareksa
Sekuritas, outstanding sukuk baru tiga persen dari total pasar sukuk di
Indonesia, sebanyak 97 persen lainnya masih dikuasai obligasi konvensional. Dengan
adanya sukuk, mereka memiliki alternatif investasi yang relatif aman dan
returnya cukup menggiurkan. Sebut saja misalnya sukuk Indosat, returnnya saat
ini sebesar 16 persen. Bahkan, pada periode awal, return sukuk Indosat mencapai
17,82 persen Setelah disahkannya UU SBSN tahun 2008, pemerintah menerbitkan sukuk
sebesar Rp 15 triliun. 29 Penerbitan sukukini dilaksanakan sebagai bagian
dari pembiayaan defisit anggaran dalam APBN tahun 2008. Penerbitan sukuk perdana
ini telah dilaksanakan di dalam dan luar negeri. Besarnya sukuk sesuai dengan underlying
aset yang dimiliki pemerintah senilai Rp 15 triliun.[4]
Namun, para investor masih banyak yang memilik untuk membeli obligasi
konvensional.
Masalah sukuk yang kita hadapi sekarang ini adalah, tidak ada standarisasi
fatwa mengenai struktur produk-produk instrumen syariah dari masing-masing
negara dan AAOIFI standard belum digunakan sebagai acuan oleh semua negara yang
penduduknya mayoritas Muslim. Hal ini berdampak terhadap keengganan satu
negara, untuk berinvestasi melalui sukuk di negara lain, seperti
keengganan beberapa negara di Timur Tengah untuk melakukan investasi melalui sukuk
di Malaysia, dengan alasan ada beberapa sukuk di Malaysia yang masih
menggunakan akad ba’i al-‘Înah yang menurut pandangan mereka
tidak diperbolehkan dalam sistem investasi syariah, hal ini terjadi juga di
Indonesia yang mana ada beberapa emiten yang masih menggunakan akad ba’i
al-‘Înah, sehingga investor-investor asing khususnya dari kawasan Timur
Tengah enggan untuk berinvestasi dalam bentuk sukuk di Indonesia.[5]
Masalah yang lain adalah, manajemen
risiko atau pengelolaan risiko, seperti adanya risiko operasional dan risiko
ketidakpatuhan pada prinsip syari’ah atau shariah compliance risk. Begitu juga
perbedaan pada proses tehnik dan konsep penyaringan (stock screening) instrumen
investasi syari’ah yang berbeda di setiap negara, sehingga menyulitkan untuk menyatukan
visi dan misi untuk suatu produk instrumen investasi syari’ah agar dapat di
terima di semua negara.[6]
Bukan hanya itu saja yang menjadi tantangan dan permasalahan sukuk,
masih kurangnya pemahaman masyarakat akan keberadaan sukuk, merupakan permasalahan
klasik yang bukan hanya terjadi pada sukuk saja, akan tetapi terjadi juga pada
instrumen-instrumen investasi lainnya seperti saham syari’ah, reksadana
syariah, asuransi syariah, pegadaian syari’ah dan lain sebagainya, terutama
sistem bagi hasil yang hanya dikenal oleh kalangan pemodal saja. Ketidakpahaman
masyarakat terutama investor terhadap sukuk syari’ah, menimbulkan kecendrungan
masyarakat (investor) dalam berinvestasi masih berorientasi pada keuntungan
(return) yang ditawarkan, sehingga mereka sering membandingkan dengan
keuntungan yang ditawarkan obligasi konvensional, atau instrumen lainnya yang lebih
menguntungkan. Hal ini diperparah dengan adanya ketidakjelasan dalam aspek
operasional, belum ada standar baku untuk operasional dan ketentuan
akuntansinya, hal ini tentu menyebabkan kegamangan praktisi untuk mendukung
pengembangan instrumen yang relatif baru ini. [7]
Menurut
Ibrahim, permasalahan yang menyebabkan lambatnya perkembangan sukuk di
Indonesia adalah:
1. Sebagian
besar sukuk mempunyai tenor atau jangka waktu investasi pendek. Padahal
investor seperti dana pensiun dan takaful membutuhkan instrument dengan investasi
jangka panjang. Selain itu, ragam metode sukuk yang ditawarkan masih sedikit.
2. Bagi
fund manager, investor maupun analis sukuk saat ini adalah belum adanya valuasi
yang standard dan umum untuk menghitung dan memprediksi sukuk koorporasi,
sehingga sulit untuk menganalisis terutama obligasi dengan skim mudharabah. Hal
ini berbeda dengan obligasi konvensional yang amat berkaitan erat dengan
perhitungan dan memprediksi dengan volatilitas suku bunga. Pada obligasi
konvensional dalam teori sederhana, kenaikan suku bunga berakibat penurunan
harga obligasi di pasaran dan sebaliknya. Sedangkan di syari’ah belum ada
benchmarking yang baku dalam penentuan harga di pasar sekunder. Salah satu hal
penting dalam proses valuasi sukuk adalah perlu adanya pemisahan antara harga
wajar dengan distorsi harga yang terjadi di pasar sekunder. Hal ini penting
jangan sampai terjadi rekayasa pasar dalam supply dan rekayasa dalam demand
dalam pembentukan harga obligasi di pasar sekunder. Dengan adanya valuasi yang
standar ini diharapkan akan membantu memudahkan investor dalam memilih sukuk
yang layak untuk dimasukkan dalam portfolio investasi.
3. Permasalahan
ketiga adalah buruknya iklim investasi di Indonesia yang disebabkan beberapa
hal:
a. Pemborosan
atau inefisiensi dalam pengeluaran pemerintah yang berupa penyediaan
barang-barang dan jasa kebutuhan pokok bagi dunia usaha yang tidak disediakan
oleh pasar, termasuk infrastruktur dasar.
b. Beban
yang harus ditanggung oleh pelaku bisnis karena regulasi pemerintah, dalam hal
pemenuhan administrasi berkaitan dengan perizinan, pelaporan, dan sebagainya.
Tingkat efisiensi birokrasi di Indonesia sangat rendah merupakan salah satu sumber
distorsi iklim investas
c. Buruknya
kondisi infrasruktur di Indonesia, tidak hanya terbatas pada kuantitas yang
terbatas tetapi juga dalam hal kualitas infrasruktur yang sudah ada. Aspek ini
sangat menghambat kelancaran produksi dan perdagangan di dalam negeri maupun
kegiatan ekspor impor. Buruknya kondisi infrasruktur merupakan yang terburuk di
Asean.[8]
Sejumlah
tantangan yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia dan perusahaan yang akan
menerbitkan sukuk antara lain:
1. Sukuk
merupakan sertifikat pembiayaan yang didasarkan atas jaminan aset riil besarnya
nilai sukuk didasarkan atas aset yang marketable
di pasar keuangan global. Semakin banyak aset yang sesuai dengan standar
yang ditentukan semakin besar bagi negara untuk mendapatkan pembiayaan dari
investor internasional. Ini menunjukkan bahwa besarnya dana yang diperoleh di
dasarkan besar aset yang kita miliki.
2. Investor
yang berasal dari Teluk lebih mengedepankan shariah
complain untuk membeli sukuk. Namun sukuk juga diminati oleh investor di
luar negara Muslim karena sukuk memenuhi standard sebagai produk yang
mengakomodasi kebutuhan investor yang sesuai dengan nilai-nilai yang diterima
secara umum, seperti underlying asset
selain dilarang berkaitan dengan minuman keras, tempat hiburan, prosuk masal
senjata tajam, kerusakan lingkungan dan lain sebagainya. Oleh karenanya tidak
semua aset negara bisa masuk menjadi underlying
asset untuk menjamin keberadaan sukuk sebelum melewati shariah screening. Hal ini memberi peluang bagi sukuk untuk
diterima oleh investor non muslim membeli sukuk di negara Muslim atau negara
non muslim menjual sukuk kepada investor dari negara Muslim.
3. Beban
pengeluaran yang tinggi menyebabkan pendapatan negara tidak mampu mencukupi
belanja negara yang akhirnya defisit anggaran negara bertambah dari tahun ke
tahun. Keberadaan sukuk bukan saja sebagai alternatif pembiayaan pembangunan,
tetapi juga akan mengurangi ketergantungan dari pembiayaan luar negeri yang
berbentuk utang. [9]
B.
Kendala
/ Hambatan Sukuk
Masalah-masalah yang berkaitan dengan sukuk yang memberikan
pengaruh jangka panjang terhadap integritas system keuangan Islam adalah:
1. Tingkat
Return yang Dipastikan pada Sukuk
Tingkat return pada sebagian besar sukuk secara
pasti disetujui diawal bahkan tanpa provisi tertentu untuk jaminan pihak
ketiga. Beberapa sukuk yang diterbitkan menjadi sasaran kritikan tajam
disebabkan karena keterlibatan dari bay’ al-‘inah, bay’ al dayn, dan
sifat-sifat landasan nonsyariah yang membuat sukuk dengan obligasi berdasarkan
bunga.
Bay’ al-‘inah
merupakan penjualan dua kali dimana peminjam dan orang yang meminjamkan menjual
dan kemudian menjual kembali suatu objek di antara mereka, sekali untuk tujuan
memperoleh uang tunai dan sekali lagi untuk tujuan harga yang lebih tinggi
berdasarkan kredit, dengan hasil bersih dari suatu pinjaman dengan bunga. Telah
diketahui hal ini merupakan cara yang sah untuk menghindari larangan riba.
Ijarah memiliki fleksibilitas yang luas dan potensi
yang besar untuk penerbitan sukuk, tetapi beberapa cirri dari penerbitan sukuk
ijarah atau pengaturan yang terlibat dalam proses, menunjuk pada
masalah-masalah syariah yang berbeda. Menurut aturan syariah, pemegang sukuk
secara bersama memiliki risiko terhadap harga asett dan biaya-biaya yang
terkait dengan kepemilikan dan bagian dari uang sewanya dengan melakukan sewa
pada pengguna tertentu. Sebagaimana yang telah didiskusikan sebelumnya,
dikarenakan kemungkinan adanya pengeluaran tak terduga yang berhubungan dengan
kepemilikan asset leasing dan kemungkinan pembatalan, return dapat berupa Quasi-fixed dan nonabsolutely fixed atau tidak dimodifikasi jika ditetpakan dengan
pencontohan tertentu. Walaupun demikian, return pada sebagian besar sukuk
adalah absolutely fixed atau tidak
dimodifikasi.
Aspek ini mengandung risiko pelaksanaan nonsyariah
yang sistematik, dimana hal ini menghapuskan system keuangan Islam yang sangat
mendasardan bertentangan dengan aspirasi para investor yang berdasarkan pada
keyakinan mereka.
2.
Bay’
al-Dayn
Perdagangan pasar sekunder untuk sekuritas Islam
dimungkinkan melalui bay’ al-dayn
sebagaimana berbagai kasus di Malaysia yang didasarkan pada sukuk. Akan tetapi,
jumhur ulama-ulama tidak menerima keadaan ini karena utang yang diwakili oleh
sukuk didukung oleh asset-aset utama. Ahli-ahli hokum muslim tradisonal dengan
suara bulat menyatakan bahwa bay’ al-dayn
dengan diskon tidak diperbolehkan dalam syariah. Mayoritas kuat dari pakar
syariah kontemporer juga memiliki pendapat yang sama. Bagaimanapun beberapa
saudara dari Malaysia memperbolehkan penjualan semacam ini. Merekasecara normal
merujuk pada ketentuan dari mahzab syafe’I, tetapi mereka tidak
mempertimbangkan fakta bahwa para ahli hokum mahzab Syafe’I memperbolehkan hal
tersebut dzlam keadaan di mana suatu utang dijual pada nilai nominalnya yang
tercantum.
3. Metodologi
Jual dan Sewa Kembali
Berlawanan dengan konsep bay’ al-dayn yang dilarang para ahli prinsip-prinsip syariah
memperbolehkan penggunaan ‘jual dan sewa kembali”. Hal ini dikarenakan
fleksibilitas dalam kontrak ijarah sebagaimana yang telah didiskusikan
sebelumnya. Suatu asset dapat dibeli
dari satu pihak dan kemudian diserahkan pada pihak tersebut. Dalam kasus ini,
kont4rak ijarah seeharusnya tidak diputuskan kecuali dan sampai lembaga
keuangan telah memiliki asset tersebut. Untuk itu, teknik jual dan sewa kembali
tidak menimbulkan masalah syariah.
Aset-aset yang disewakan dengan teknik ini dapat di
jual lagi pada pemilik pertama. Walaupun demikian pakar syariah menyarankan
bahwa dalam kasus ini klien sebaiknya membeli kembali asset paling tidak satu
tahun setelah penjualan. Hal ini untuk menjamin bahwa teknik ini tidak
digunakan sebagai “back-door tointeres”.
4. Penguasaan
Sukuk Ijarah
Seluruh penguasaan sukuk ijarah yang diterbitkan
sejauh ini melakukan penjaminan dan pencontohan dengan fixed rate tanpa
keterlibatan jaminan pihak ketiga atau provisi untuk orang yang menyewakan untuk
memiliki liability asset. Analisis yang mengarah pada gambaran tersebut,
menunjukan bahwa sejumlah persyaratan syariah tidak diperhatikan oleh SPV,
pihak penerbit atau pihak pengatur.
Sebagai contoh, pada kasus penguasaan sukuk ijarah
yang diterbitkan akhir-akhir ini oleh SPV keseluriuhan dimiliki oleh penguasa
itu sendiri, penguasa telah menjual property kepada SPV dengan perjanjian di
muka yang akan mengembalikan hak kepemilikan setelah periode sewa. (hal ini
diperbolehkan, sebagaimana telah didiskusikan sebelumnya), penguasa akan
membayar sewa tahunan secara tetap, yang ekuivalen dengan di atas 6 LIBOR dan
menembus pinjaman poko dari sukuk kepada pemegang obligasi setelah tahun.
Pembayaran uang sewa telah dijaminkan pada kontraknya dalam bentuk kewajiban
perjanjian kontrak dari penguasa untuk membayar sewa. Pinjaman pokok juga
dijamin sebagaimana saat kontrak jaminan penguasa untuk membeli kembali asset
setelah periode sewa pada harga sebelumnya.
5. Sukuk
untuk Pembiayaan Sektor Publik yang defisit
Teknik yang perlu mendapat perhatian yang berkaitan
dengan hal ini adalah bahwa sebagian besar sukuk yang diterbitkan untuk
pembiayaan defisit adalah tidak berdasarkan pada struktur keuangan islam yang
terbaik. Sukuk salam di Bahrain dan beberapa sertifikat yang berhubungan dengan
shirakah di sudan di luar pengecualian. Sukuk ijarah yang diperkenalkan
akhir-akhir ini memerlukan beberapa pemurnian. Tidak diragukan lagi bahwa
pengembangan instrument berlandaskan syariah untuk pembiayaan defisit anggaran
pemerintahan merupakan tugas yang sulit. Akan tetapi, bentuk ijarah, salam,
istisna’, jika distruktur dengan tepat, memiliki kemungkinan untuk digunakan
sebagai alternatife dari pembiayaan defisit berdasarkan bunga. [10]
Patut
diperhatikan bahwa tindakan memonitor biaya tidak dihilangkan secara
keseluruhan dalam sukuk. Ada masalah
protensial kesalahan pemilihan dalam kontrak
semacam ini. Para pemimpin bisa saja berusaha membesar-besarkan kompetensi,
kemampuan, atau kemauan untuk membujuk investor atau untuk mendapatkan
kontrak/akad yang menguntungkan mereka.
C.
Solusi
dan Strategi yang Ideal
Untuk
menjawab tantangan itu ada beberapa inisiatif strategis yang perlu segera
dijalankan dalam upaya mengoptimalkan peluang pengembangan instrumen sukuk ini
antara lain:
1. Melakukan sosialisasi dalam rangka memberikan pemahaman kepada
masyarakat luas tentang keberadaan sukuk dengan melibatkan banyak pihak seperti
praktisi, pengamat, akademisi, dan ulama di bidang ekonomi Islam. [11]
2. Melakukan upaya strategis dalam rangka menarik minat investor,
terutama yang masih bersikap pragmatis, yaitu mereka yang mempunyai orientasi keuntungan
semata. Selama ini sukuk hanya dianggap sebagai “the second best
choise”, dengan mempertimbangkan lebih dahulu pilihan-pilihan yang lain.[12]
3. Meningkatkan kinerja sukuk agar tidak kalah dengan obligasi
konvensional.[13]
4. Mengantisipasi berbagai risiko yang dapat ditimbulkan akibat dari
skim sukuk sebagai sebuah investment tools yang relatif baru.
Dengan menerapkan prinsip manajemen risiko terutama dalam kerangka utang serta
memberikan strategi swap suku bunga, maupun nilai tukar dapat digunakan sebagai
solusi untuk dapat diterapkan dalam manajemen risiko sukuk.[14]
5. Kemauan dan keberanian kebijakan yang lebih mendukung pengembangan
instrumen ini. Disamping itu yang mendesak adalah bagaimana melengkapi regulasi
untuk memberi kepastian hukum.[15]
6. Pemerintah perlu segera mendorong terbentuknya lembaga SPV milik
negara sebagai lembaga pengelola aset yang dapat digunakan sebagai media
penerbitan sukuk.[16]
7. Pemerintah dapat pula memberikan peluang kepada BUMN untuk dapat
menawarkan investasi secara langsung baik melalui penerbitan sukuk maupun project
financing secara syariah atas proyek-proyek infrastruktur yang direncanakan.[17]
8. Dalam hal aspek perpajakan dibutuhkan kebijakan yang jelas dan
mendukung, juga insentif yang memadai. Securities Commision Malaysia misalnya, memberikan
insentif pajak yang menarik untuk penerbitan obligasi syari’ah. Dimana, biaya
yang dikeluarkan terkait emisi obligasi syari’ah menjadi pengurang pajak.
Begitu juga dengan pendapatan dari obligasi syari’ah bebas pajak. Belum lagi pembayaran
zakat untuk obligasi syari’ah juga dihitung sebagai pengurang pajak. Hal ini
menjadikan sukuk Malaysia sangat diminati investor internasional.[18]
9. Pemerintah juga harus memperbaiki dan melengkapi infrastruktur dasar
yang memang menjadi tanggung jawabnya seperti pembangunan jalan, jembatan,
waduk, dan sebagainya yang memang tidak menarik bagi
investor institusi. Selain itu juga harus tetap gencar melakukan efisien dengan memotong birokrasi, dan tetap gencar untuk melakukan pembersihan terhadap kasus penyuapan yang menyebabkan biaya tinggi.[19]
investor institusi. Selain itu juga harus tetap gencar melakukan efisien dengan memotong birokrasi, dan tetap gencar untuk melakukan pembersihan terhadap kasus penyuapan yang menyebabkan biaya tinggi.[19]
Menurut
analisis SWOT setidaknya ada empat alternatif dan solusi yang dapat ditawarkan
dalam perkembangan sukuk di Indonesia:
1.
Strategi Strengths – Opportunities
a. Sesama
stakeholder yang selama ini menggagas ekonomi Islam khususnya pada aspek
lembaga keuangan dapat kembali mempererat kerjasama. Terlebih lagi kerjasama
tersebut terjadi antara negara-negara muslim yang mana arus keluar masuk modal
dapat dikatakan cukup besar.
b. Untuk
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap apa yang ditawarkan oleh ekonomi
Islam, maka sudah seharusnya regulator dalam hal ini pemerintah dan
lembaga-lembaga terkait harus terus mempertahankan prinsip-prinsip syariah.[20]
2. Strategi Weaknesses – Opportunities
a. Keberlangsungan
sukuk pada pasar modal syariah Indonesia harus memiliki komitmen dari regulator
dalam mendukung perkembangan sukuk di Indonesia, sehingga infrasruktur dapat
tercukupi dengan baik.
b. Dalam
rangka menyediakan SDI (Sumber Daya Insani) yang memliki kemampuan dan daya
saing yang baik dengan Sumber Daya Manusia (SDM) konvensional harus intensif
diadakannya pelatihan-pelatihan yang memberikan pengetahuan rill terkait dengan
pasar modal syariah khususnya sukuk.[21]
3.
Strategi Strengths – Threats
a.
Pemerintah dan
stakeholder lainnya harus memberikan perlindungan terhadap regulasi yang baik
pada penerapan sukuk di lapangan.
b.
Begitu juga
dengan adanya kerjasama yang baik, antar lembaga dan antar Negara baik muslim
ataupun nonmuslim, hal ini dapat memberikan spirit positif dalam perkembangan
sukuk di Indonesia.
c.
Dalam rangka
menghilangkan keraguan investor terkait tingkat keamanan modal dan tingkat
kepatuhan syariah sukuk, maka sukuk harus benar-benar diterapkan sesuai dengan
prinsip-prinsip yang diperbolehkan dalam Islam.[22]
4.
Strategi Weaknesses – Threats
Sesama stakeholder yang selama ini
menggagas ekonomi Islam khususnya pada aspek lembaga keuangan dapat kembali
mempererat kerjasama. Terlebih lagi kerjasama tersebut terjadi antara
negara-negara muslim yang mana arus keluar masuk modal dapat dikatakan cukup
besar. [23]
Dalam
rangka menyediakan SDI (Sumber Daya Insani) yang memliki kemampuan dan daya
saing yang baik dengan Sumber Daya Manusia (SDM) konvensional, harus intensif
diadakannya pelatihan-pelatihan yang memberikan pengetahuan rill terkait dengan
pasar modal syariah khususnya sukuk.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sukuk adalah instrumen keuangan
syariah yang mempunyai ciri khas dan karakteristik yang berbeda dibandingkan produk
lain. Mengembangkan sukuk agar kompatibel dengan pasar modal modern tanpa menanggalkan
aspek kepatuhan syariah menjadi sebuah tantangan tersendiri. Kebijakan pemerintah
dalam pengembangan sukuk mengikuti pola kebijakan pengembangan ekonomi syariah secara
umum. Sehingga mengembangkan pasar menjadi faktor kunci dalam menumbuhkan pasar
sukuk di Indonesia.
Masalah dalam pengembangan
sukukdi Indonesia lebih didominasi aspek pelaku pasar dan regulasi. Minimnya pemahaman
pelaku pasar modal dan keterbatasan SDM membuat pasar sukuk lambat bergerak disamping
ketidakpastian pajak membuat perusahaan ragu untuk menerbitkan sukuk. Aspek operasional,
aspek produk juga menjadi tantangan bagi pemerintah untuk segera menyelesaikannya
agar sukuk di Indonesia dapat lebih berkembang lagi.
Solusi strategis yang dapat digunakan pemerintaha dalah
berkaitan dengan aspek regulasi, infrastruktur investasi, kebijakan, institusi SPV,
kerjasama antara praktisi dan akademisi dalam membentuk pedoman valuasi sukuk merupakan
upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengatasi tantangan dalam pengembangan
sukuk di Indonesia.
B.
Saran
1. Pemerintah harus lebih
perhatian lagi terhadap sukuk di Indonesia.
2. Masyarakat khususnya
mahasiswa juga perlu lebih banyak belajar tentang investasi, agar dapat
berinvestasi di negara sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Dede Abdul
Fatah, Perkembangan Obligasi Syari’ah (Sukuk) di Indonesia: Analisis Peluang
dan Tantangan, diunduh tanggal 9 September 2017.
Desi Trisnawati,
Sukuk Sebagai Alternatif Investasi Syariah di Indonesia, diunduh tanggal 10
September 2017
Eja Armaz Hardi,
Analisis Peluang dan Ancaman Produk Pasar Modal Studi Kasus Sukuk di Indonesia,
Kontekstualita, Vol.30 No.2 2015, diunduh tanggal 10 September 2017.
Huda, Nurul
& Mustafa Edwin Nasution. Investasi Pasar Modal Syariah. Jakarta: Kencana,
2008.
Sudarsono, Heri.
Bank & Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Ekonisia, 2013.
[1] Dede Abdul Fatah, Perkembangan Obligasi Syari’ah (Sukuk) di
Indonesia: Analisis Peluang dan Tantangan, Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011, diunduh
tanggal 9 September 2017
[2] Ibid.,
[3] Dede Abdul Fatah, Perkembangan Obligasi, h.293
[4] Eja Armaz Hardi, Analisis Peluang dan Ancaman Produk Pasar
Modal Studi Kasus Sukuk di Indonesia, Kontekstualita, Vol.30 No.2 2015, diunduh
tanggal 10 September 2017, h.175
[5] Dede Abdul Fatah, Perkembangan Obligasi, Op.Cit., h.294
[6] Ibid., h.295
[7] Ibid., h.295
[8] Desi Trisnawati, Sukuk Sebagai Alternatif Investasi Syariah
di Indonesia, diunduh tanggal 10 September 2017
[9] Heri Sudarsono, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, h.325
[10] Nurul Huda & Mustafa Edwin
Nasution, Investasi Pasar Modal Syariah,
h. 149-154
[11] Dede Abdul Fatah, Perkembangan Obligasi, Op.Cit., h.297
[12] Ibid.,
[13] Ibid.,
[14] Ibid.,
[15] Desi Trisnawati, Sukuk Sebagai, Op.Cit., h.70
[16] Ibid.,
[17] Dede Abdul Fatah, Perkembangan Obligasi, h.297
[18] Ibid., h.298
[19] Desi Trisnawati, Sukuk Sebagai, Op.Cit., h.71
[20] Eja Armaz Hardi, Analisis Peluang dan Ancaman Produk Pasar
Modal Studi Kasus Sukuk di Indonesia, Kontekstualita, Vol.30 No.2 2015,
diunduh tanggal 10 September 2017
[21] Ibid.,
[22] Ibid.,
[23] Ibid.,
No comments:
Post a Comment